TEKNIK INDUSTRI

Selasa, 30 April 2013

Metodologi Ilmiah

I.                PENDAHULUAN

Metodologi Ilmiah.
(Kebenaran itu rupanya tidak mungkin diceraikan dari pikiran kita, rupanya sudah ada sebelum dan sesudah kita memikirkannya.  Jadi kalau kita timbang benar-benar, tiap orang yamg memungkiri adanya kebenaran diluar yang dia pikirkan tidak boleh tidak menipu dirinya sendiri)

       Dalam usaha meningkatkan suasana akedemik di perguruan tinggi serta dalam upaya menumbuhkan sikap, kemampuan dan ketrampilan meneliti pada mahasiswa, pengetahuan Metodologi Ilmiah dan Rancangan Percobaan merupakan hal yang esensial.  Setiap bidang studi  diharapkan dapat menimbulkan kegairahan meneliti, setiap bidang studi disamping mengembangkan penguasaan materi diharapkan juga memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap, kemampuan dan ketrampilan meneliti pada mahasiswa, khususnya dalam hal pembuatan Sekripsi.
            Ilmu pengetahuan berawal dari kekaguman manusia terhadap alam yang dibadapinya, baik alam besar (macro-cosmos) maupun alam kecil (micro-cosmos).   Sifat ingin tahu manusia telah dapat disaksikan sejak dari lahir, hasrat ingin tahu manusia terpusatkan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakan, dan pengetahuan yang diinginkan adalah pengetahuan yang benar. 
Pengetahuan yang benar atau kebenaran memang secara inhaerent dapat dicapai manusia, bisa melalui pendekatan non-ilmiah maupun pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu  dengan perurutan tertentu agar dapat dicapai pengetahuan yang benar.  Namun tidak semua orang sadar ataupun tidak  mengikuti pendekatan ilmiah dalam mencari kebenaran.   Namun kenyataan banyak pendekatan non ilmiah yang dilakukan, sehingga kebenaran tersebut perlu lagi dibuktikan secara ilmiah.
Pendekatan non ilmiah yang biasa dilakukan adalah : akal sehat, prasangka, intuisi,  penenuan kebetulan,  coba-coba, pendapat pakar (Orang pintar) dan  pendekatan otoriter.
Metodologi Ilmiah merupakan cara-cara memperoleh kebenaran atau pengetahuan dengan pendekatan ilmiah melalui penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu.   Teori itu berkembang pula melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasarkan data inperis.  Teori itu dapat diuji (ditest) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya . Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang ajeg (consistent) yaitu hasil yang sama atau hamper sama dengan hasil terdahulu..
Penelitian ilmiah adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna memdapat pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu.  Langkah-langkah yang dilakukan itu harus serasi dan saling mendukung satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan mempunyai bobot yang cukup memadai dan memberikan kesimpula-kesimpulan yang didak meragukan.  Adapun langkah-langkah tersebut pada umumnya adalah sebagai berikut :
1.    Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah
2.    Penelaahan kepustakaan dan penyusunan kerangka konsep
3.    Penyusunan hipotesis
4.    Identifikasi, klasifikasi dan pemberian definisi operasional variable-variabel.
5.    Pemilihan atau pengembangan alat pengambilan data
6.    Penyusunan rancangan penelitian
7.    Penentuan sampel
8.    Pengumpulan data
9.    Pengolahan dan analisis data
10. Interprestasi hasil analisis
11. Penyusunan laporan.
1. Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah.

            Masalah atau permasalahan ada kalau ada kesenjangan (gap) antara das Sollen dan das Sein; ada perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan, dan sebagainya.
 Masalah yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu ada tersedia dan cukup banyak, tinggallah mengidentifikasikannya, memiliohnya, dan merumuskannya.    Walaupun demikian, agar seorang ilmuan mempunyai mata yang cukup jeli untuk menemukan masalah tersebut, dia harus cukup berlatih.  Hal-hal yang yang dat menjadi sumber masalah adalah : bacaan (terutama laporan hasil penelitian), semiar/diskusi atau pertemuan ilmiah, pernyataan pemegang otoritas,  pengamatan sepintas, pengalaman pribadi dan perasaan intuitif.
Pemilihan masalah sebaiknya disesuikan dengan bidang ilmu yang sedang ada tekuni dan ldan perlu dipertimbangkan layak dan tidaknya untuk diteliti.  Kelayakan ditinjau dari segi arah masalahnya, kemampuan meneliti, biaya yang tersedia, waktu yang diperlukan, alat-alat dan perlengkapan yang tersedia, bekal kemampuan tioritis dan penguasaan metode yang diperlukan,.
Perumusan masalah maslah hendaknya dalam bentuk kalimat tanya, padat dan jelas, memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.
Misalnya :
Apakah obat A lebih baik dari obat B
Apakah ada perbedan antara bahan pengawet A dengan pengawet B
Apakah ada hubungan antara jumlah telur dalam feses dengan jumlah
cacing pada ususnya
2. Penelaan Kepustakaan atau Tinjauan Kepustakaan
Setelah seorang peneliti telah menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan: teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll). Keseluruhan upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya  Studi Kepustakaan  untuk penelitian.
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu  studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
            Studi  kepustakaan mempunyai beberapa fungsi, meliputi:                                     
1.      Menyediakan kerangka konsepsi atau teori untuk penelitian yang direncanakan.
2.      Menyediakan informasi tentang penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.
3.      Memberi rasa percaya diri bagi peneliti, karena melalui kajian pustaka semua konstruksi yang berhubungan dengan penelitian telah tersedia.
4.      Memberi informasi tentang metode-metode, populasi dan sampel, instrumen, dan analisis data yang digunakan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya.
5.      Menyediakan temuan, kesimpulan penelitian yang dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.
Studi kepustakaan dari sumbernya dibedakan menjadi dua bagian yaitu: kepustakaan konseptual dan kepustakaan penelitian. Kepustakaan konseptual meliputi konsep-konsep atau teori-teori yang ada pada buku-buku dan  artikel yang ditulis oleh para ahli yang dalam penyampaiannya sangat ditentukan oleh ide-ide atau pengalaman para ahli tersebut. Sebaliknya kepustakaan penelitian meliputi laporan penelitian yang telah diterbitkan baik pada jurnal maupun majalah ilmiah.
            Bagi para pemula disarankan untuk menggunakan studi kepustakaan yang berasal dari kepustakaan konseptual, untuk lebih memudahkan dalam merangkum dan mengkategorikan teori,  sesuai dengan kebutuhan pada saat akan membuat kerangka konseptual.
            Didasarkan pada hal tersebut di atas, maka ada beberapa strategi dalam menyampaikan studi  kepustakaan:
1.      Ungkapkan kajian pustaka yang benar-benar terkait erat dengan variabel penelitian.
2.      Ungkapkan kajian pustaka dengan urutan dari mulai paparan variabel bebas sampai dengan variabel terikat atau ungkapkan dari variabel yang cakupannya umum dan luas ke arah variabel yang spesifik. Tentu saja secara luas dan nampak saling menyapa antar paparan variabel tersebut dan bukan merupakan kumpulan kutipan sehingga tidak menjadi suatu pola pemikiran yang menyeluruh.
3.      Dapat diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik sampel dan demografinya, bila memang dibutuhkan.

            Penelaan kepustakaan tujuannya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan.   Landasan itu per ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba.
3. Kerangka Konsep
Penentuan kerangka konseptual oleh peneliti akan sangat membantu  dalam menentukan arah kebijakan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka konseptual merupakan kerangka fikir mengenai hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi kepustakaan.   
Konsep dalam hal ini adalah suatu abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh karena itu, konsep tidak dapat diamati dan diukur secara langsung. Agar supaya konsep tersebut dapat diamati dan diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan terlebih dahulu menjadi variabel-variabel.
Dengan adanya kerangka  konseptual akan bermanfaat bagi:
a.      Minat penelitian akan lebih terfokus ke dalam bentuk yang layak diuji dan akan memudahkan penyusunan hipotesis.
b.      Memudahkan identifikasi fungsi variabel penelitian, baik sebagai variabel bebas, tergantung, kendali, dan variabel lainnya.
            Cara yang terbaik untuk mengembangkan kerangka konseptual tentu saja harus memperkaya asumsi-asumsi dasar yang berasal dari bahan-bahan referensi yang digunakan. Hal ini dapat diperkuat dengan mengadakan amatan-amatan langsung pada lingkup area masalah yang akan dijadikan penelitian. Dengan demikian kerangka konseptual yang dibuat merupakan paduan yang harmonis antara hasil pemikiran dari konsep-konsep (deduksi) dan hasil empirikal (induksi).
            Pola berpikir deduksi adalah  proses  logika yang berdasar dari kebenaran  umum  mengenai  suatu  fenomena (teori) dan menggeneralisasikan kebenaran tersebut pada  suatu  peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan. Pola pikir induksi adalah proses logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah menjadi suatu rangkuman hubungan atau suatu generalisasi.
4. Perumusan Hipotesis
            Hipotesi penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalh penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.   Jadi hipotesis dianggap jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang paling dianggap benar, karena hipotesis merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari penelaan kepustakaan.
            Secara teknis hipotesis merupakan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.  Secara statistis, hipotesis merupakan pernyataan keadaan parameter yang akan diuji melalui statistic sample.  Sedangkan hipotesis Statistik  merupakan dua pernyataan yang harus diterima salah satunya yaitu :  H0  adalah  sesuatu yang menyatakan tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan atau tidak ada ketergantungan dan lawanya adakah   adalah yang sebaliknya  sesuatu yang menyatakan  ada perbedaan atau  ada hubungan atau ada ketergantungan.   Dengan demikian hipotesis penelitian bisa dipilih H0  atau H1  tergantung dari telahaan perpustakaan yang mendukung. Kesimpulan terhadap uji hipotesis untuk menerima atau menolak salah satunya dengan peluang tettentu.    Peluang menerima H0 dinyatakan atau disingkat dengan P,  jika peluang menerima H0 > 0,05, maka H0  diterima (P>0,05) berarti tidak ada perbedaan atau tidak ada hubungan atau tidak ada ketergantungan antara variabel yang diteliti,  sebaliknya jika peluang menerima H0  < 0,05, maka H0  ditolak (P<0,05) atau H1 yang diterima, hal ini berarti ada perbedaan atau ada hubungan atau ada ketergantunga yang nyata (P<0,05) antara variabel yang diteliti. Jika peluang menerima H0< 0,01, hal ini berarti ada perbedaan atau ada hubungan atau ketergantungan yang sangat nyata (P<0,01) antara variabel atau peubah yang diteliti.
            Hipotresis penelitian hendaknya menyatakan pertautan antara dua variable atau lebih, dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan, dirumuskan secara jelas dan padat, dapat diuji artinya memungkinkan untuk mengumpulkan data guna menguji kebenaran hipotesis tersebut.
Hipotesis penelitian dapat dirumuskan melalui jalur:
1.      Membaca dan menelaah ulang (reviu) teori dan konsep-konsep yang membahas variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.
2.      Membaca dan mereviu temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.
Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1.Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2.      Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3.      Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:
1.      Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2.      Imajinasi dan pemikiran kreativ dari si peneliti.
3.      Kerangka analisa yang digunakan oleh si peneliti.
4.      Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2.      Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3.      Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4.      Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
5.      Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:
1.      Pemberian suplemtasi protein pada pakan babi dapat meningkatkan tambahan berat badan selama penggemukan.
2.      Jenis  pengawet pada daging sapi berpengaruh terhadap citarasanya selama penyimpanan pada suhu dingin.
3.      Terdapat hubungan antara jumlah telur cacing pada kotoran ayam dengan jumlah cacing pada ususnya
4.      Pemberian kolestrum sapi pada anak babi yang baru lahir tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anak babi
5.      Penggantian protein hewani dengan prortein nabati tidak berpenguruh terhadap perkembangan anak.
Contoh Hipotesis 1, 2 dan 3 adalah hipotesis H1, sedangan contoh hipotesis 4 dan 5 adalah Hipotesis Ho
Didasarkan pada paparan di atas, maka tentu saja merumuskan hipotesis bukan pekerjaan mudah bagi peneliti. Oleh karena itu seorang peneliti dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber hipotesis. Untuk itu dipersyaratkan bagi peneliti harus:
1.      Memiliki banyak informasi tentang masalah yang akan dipecahkan dengan cara banyak membaca literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2.      Memiliki kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat, objek, dan hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3.      Memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang sesuai dengan kerangka teori dan bidang ilmu yang bersangkutan.
            Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian sumber-sumber hipotesis dapat berasal dari:
1.      Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang berkaitan dengan fenomena.
2.      Wawasan dan pengertian yang mendalam tentang suatu fenomena.
3.      Materi bacaan dan literatur yang valid.
4.      Pengalaman individu sebagai suatu reaksi terhadap fenomena.
5.      Data empiris yang tersedia.
6.      Analogi atau kesamaan dan adakalanya menggunakan imajinasi yang berdasar pada fenomena.
Hambatan atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak disebabkan karena hal-hal:
1.      Tidak adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang kerangka teori yang jelas.
2.      Kurangnya kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori yang ada.
3.      Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk merumuskan kata-kata dalam membuat hipotesis secara benar.

5. Jenis Penelitian
            Jenis-jenis penelitian sangat beragam macamnya, disesuaikan dengan cara pandang dan dasar keilmuan yang dimiliki oleh para pakar dalam memberikan klasifikasi akan jenis penelitian yang diungkapkan. Namun demikian, jenis penelitian secara umum dapat digolongkan sebagaimana yang akan dipaparkan berikut ini.          

A. Jenis Penelitian Menurut Pendekatan Analitik
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi menjadi dua macam, yaitu: penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
1..  Jenis penelitian kuantitatif
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka-angka) yang diolah dengan metoda statistik. Pada dasarnya pendekatan kuantitatif dilakukan pada jenis penelitian inferensial dan menyandarkan kesimpulan hasil penelitian pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metoda kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitaif merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar.
Bila disederhanakan penelitian berdasarkan pendekatan kuantitatif secara mendalam dibagi menjadi: penelitian deskriptif dan penelitian inferensial.
a.  Penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik, sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Analisis yang sering digunakan adalah: analisis persentase dan analisis kecenderungan. Analisis data hanya mencari ukuran pemusatan dan penyebaran data dan siring disertai berbagai bentuk grafif. Kesimpulan yang dihasilkan tidak bersifat umum. Jenis penelitian deskriptif yang cukup dikenal adalah penelitian survei.
b. Penelitian inferensial
 Penelitian inferensial melakukan analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. Dengan demikian, kesimpulan penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja, dan kesimpulannya adakalanya bersifat umum.   Pada penelitian ini digunakan kaedah teori peluang dan teori sebaran  dalam  menganalisis data dan mengambil kesimpoulan
2. Jenis penelitian menurut pendekatan kualitatif
            Penelitian dengan pendekatan kualitatif pada umumnya menekankan analisis proses dari proses berfikir secara deduktif dan induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari data kuantitatif, akan tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berfikir formal dari peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.
            Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory), dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.

B.   Jenis Penelitian Menurut  Tujuan
Jenis penelitian menurut tujuan terdiri dari:
1 Penelitian Eksploratif
Jenis penelitian eksploratif, adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan atau memperkenalkan  sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu dapat saja berupa pengelompokkan suatu gejala, fakta, dan penyakit tertentu.  Penelitian ini relatif banyak memakan waktu dan biaya.
2  Penelitian Pengembangan
Jenis penelitian pengembangan bertujuan untuk mengembangkan aspek ilmu pengetahuan. Misalnya: penelitian yang meneliti tentang pemanfaatan terapi gen untuk penyakit-penyakit menurun.
3 Penelitian  Verifikatif
            Jenis penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu fenomena. Misalnya saja, masyarakat mempercayai bahwa buah bengkudu mampu menyembuhkan luka. Fenomena ini harus dibuktikan secara klinik dan farmakologik, apakah memang benar buah bengkudu tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyembuhkan luka.
4.Penelitian Eksperimental
Adalah suatu penelitian untuk menguji populasi hipotetik, yaitu suatu populasi yang dibayangkan akan ada oleh si peneliti, suatu penelitian eksperimental selalu dilakukan dalam kondisi dimana variabelnya dapat dikontrol atau diidentifikasi secara jelas.  Pengontrolan variabel artinya,  satu atau beberapa variabel bebas atau tetap ditentukan dengan jelas, demikian juga satu atau beberapa variabel tak bebas atau tergantuing dapat didefinisikan secara jelas.

Berdasarkan Teknik atau Cara melakulkan Penelitian. :
1.   Survey Research (Penelitian Survei)      :
      Pada penelitian tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti. Pendifinisian operasional variabel sangat diperlukan, yaitu mana Variabel bebas, variabel tergantung, variabel control, ataupun variabel pengganggu bila ada
2. Experimen Research (Penelitian Percobaan) :
Pada penelitian ini dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti Pendifinisian operasional variabel dikomdisikan sedemikian rupa, penentuan  variabel cucup ketat.  Variabel bebas dibuat dan dikondisikan sedemikian rupa  oleh peneliti, variabel control dikondisikan persis sama antara perlakuan dan kontrol, variabel tergantung diukur dengan alat yang tepat, variabel pengganggu  diusahakan tidak ada. Kalau ada variable pengganggu, maka harus dilakuklan pembelokan.
 4.Studi Kasus (Case Study).
Pada penelitian ini dilakukan secara mendalam tentang suatu aspek pada indipidu atau kelompol indipidu.  Hasil penelitian ini ada kemungkinan untuk merumuskan generalisasi bila popolasinya sangat  homogen.   Generalisasi disangsikan kebenarannya bagi populasi yang luas, walaupun culup homogen


C.     Berdasarkan hasil  yang diperoleh :
1.Basic Research (Penelitian Dasar): mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
2.Applied Reseach (Penelitian Terapan) :  mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.

Penelitian.
(Bimbang Laksana penawar utama, meskipun ia membakar segera timbul sembuh sempurna).

            Penelitian  dibatasi sebagai suatu  pengamatan khusus yang dibuat untuk menegasi atau membuktikan keadaan dari sesuatu yang meragukan, dibawah kondisi-kondisi khusus yang ditentukan oleh peneliti. Jadi merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang diselenggarakan dengan seksama dalam rangka menemukan  beberapa  pengaruh yang tak diketahui, atau menguji suatu kebenaran yang diketahui atau membayangkan suatu kebenaran yang dipikirkan.
            Mencoba atau Mengadakan Percobaan/Penelitian adalah satu cara dalam mendapatkan keterangan (data) yang diperlukan seseorang untuk mempemroleh pengetahuan baru.  Oleh karena itu suatu percobaan tidak diperlukan bilamana sesuatu yang hendak diketahui itu, sebelumnya sudah cukup diketahui, kecuali ingn membuktikan pada kondisi yang berbeda,
           
            Rancangan Percobaan/Penelitian
(Kalau saya sangsi sekalian itu tidak lain dari pada saya berpikir yang tidak dapat disangsikan)
            Merancang : dapat diartikan sebagai merencanakan, memikirkan atau menimbang-nimbang apa yang hendak diperbuat, yang segala sesuatunya diatur terlebih dahulu.
            Rancangan adalah apa yang sudah dirancangkan dipersiapkan, direncanakan atau diprogramkan.
            Rancanag Percobaan/Penelitian : dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan berupa pemikiran dan tindakan yang dipersiapkan secara kritis dan seksama mengenai berbagai aspek yang dipertimbangkan dan sedapat mungkin diupayakan kelak dapat diselenggarakan dalam suatu percobaan dalam rangka menemukan sesuatu pengetahuan baru.  Semua pemikiran, perkiraan, pedoman dan rencana itu dituangkan dalam suatu Rancangan Percobaan, yang seharusnya dibuat sebelum percobaan dilakukan.
            Rancangan Percobaan/Penelitian  yang baik adalah yang efektif, terkelola dan efesien serta dapat dipantau, dikendalikan dan dievaluasi.  Pengertian efektif adalah berkaitan dengan kemampuan mencapai tujuan, sasaran dan kegunaan yang direncanakan atau digariskan.  Terkelola  adalah berkenaan dengan kenyataan adanya berbagai keterbatasan atau kendala yang terdapat dalam pelaksanaan percobaan maupun dalam menganalisis data.  Sedangkan efesien adalah bersangkut-paut dengan  pengrasionalan dalam penggunaan  sumber daya, dana dan waktu dalam memperoleh keterangan dari percobaan.

1.1.      Populasi Obyek.
(Apa yang  kita lihat atau yang kita rasakan, bahkan yang kita bayangkan berasal dari yang Esa, maka  membedakan bagian yang Esa itu  sesungguhnya hanya merupakan  semesta pembicaraan saja)

            Kita membedakan adanya dua macam populasi obyek, yaitu populasi Konkrit atau populasi Definitif dan populasi Hipotetik.
            Populasi konkrit atau definitif adalah pupolasi yang dapat dikenali secara nyata sebelum penelitian dimulai, seperti misalnya populasi sapi Bali Jantan di pulau Bali, pupolasi ayam Broler di daerah tertentu.  Ukuran populasinya bisa terhingga bisa juga tak hingga.  Anggota populasi dapat dikenali atau didaftarkan, sehingga krangka percobaan dapat dirumuskan.
            Sedangkan populasi hipotetik adalah tidak konkrit, populasi ini merupakan ciptaan yang dikhayalkan atau dibayangkan oleh  peneliti sebagai obyek-obyek dengan kondisi tertentu, yaitu identik dengan satuan-satuan percobaan yang akan digunakan dalam percobaan atau identik pula dengan perlakuan yang dihipotesiskan berbeda dengan perlakuan lain.   Oleh karena itu, meskipun satuan satuan percobaan yang digunakan untuk percobaan dianggap suatu contoh yang mewakili populasi hipotetik yang dibayangklan ada.
            Populasi hipotetik biasanya dianggap sebagai populasi tak-hingga.  Kekeliruan dalam menentukan conth obyek yang dijadikan sebagai bahan percobaan , sehingga tidak dapat dianggap mewakili populasi atau populasi sasaran yang hendak dikaji dinamakan kekeliruan material.
            Satuan percobaan ialah satuan obyek atau satuan amatan yang dijadikan sebagai landasan alam analisis data.   Dalam percobaan terhadap tiap satuan percobaan yang digunakan untuk dialokasikan satu dan hanya satu macam perlakuan (tunggal atau kombinasi) saja.   Satuan percobaan biasanya diperletakkan atau diatur menurut bentuk atau ukuran yang dimiliki     Apa bentuk dan ukuran satuan percobaan adalah tergantung pada bagaimana peneliti ingin memandang populasi obyek bahan percobaan.

















II. PEUBAH ATAU VARIABEL (VARIABLE)
(Sebagai mahkluk yang pandai berpikir, manusia itu mendapat sesempatan mengetahui yang terjadi di alam, malahan iapun mendapat kesempatan bertindak mengadapi kejadian dalam alam itu.  Kalau tidak demikian pastilah pula tiada mungkin timbul dalam pikiran manusia keasyatan mencari kebenaran)

      2.1. Jenis-jenis Peubah/Variabel.

Peubah/Variabel Bebas atau Peubah Tetap adalah : sejumlah gejala atau faktor atau unsure yang menentukan atau mempemgaruhi ada atau munculnya gejala tau respons penelitian. Variabel ini dapat diubah atau dibuat secara bebas oleh peneliti,  Peubah ini pada pelaksanaan percobaan atau penelitian disebut perlakuan atau faktor.
            Peubah Tak-bebas atau Peubah Terikat adalah : respons suatu penelitian atau percobaan yaitu sejumlah gejala atau respons yang muncul karena adanya peubah bebas.  Misalnya perbedaan berat  badan ayam Broiler akibat diberikan jenis pakan yang berbeda.   Jadi : Peubah bebasnya Jenis Pakan dan Peuban terikatnya adalah berat badan.
            Peubah Kontrol (Controle Variable) adalah : sejumlah gejala atau faktor atau unsure yang dengan sengaja dikendalikan, atau disamakan agar tidak mengganggu atau mempengaruhi peubah bebas atau pebah terikat.  Dengan dikendalikan pengaruhnya berarti peubah ini tidak ikut menentukan ada tidaknya atau muncul tidaknya respon hasil penelitian.   Jadi dapat diharapkan peubah terikat yang muncul adalah murni akibat dari peubah bebas atau perlakuan.   Misalnya pada percobaan ayam Broiler dengan jenis pakan yang berbeda, maka strain ayam, jenis kelaminnya dan kandangnya harus sama, jadi strain, jenis kelamin dan kandang ayam disebut peubah Kontrol. Peubah ini selama penelitian dipertahankan tetap atau tidak berubah.
            Peubah Sampingan atau Peubah Antara (Intervining Variable) adalah : sejumlah gejala yang didak dapat  dikontrol, akan tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap terhadap peubah terikat atau respons hasil penelitian.  Oleh karena peubah ini berpengaruh terhadap peubah bebas, maka akan menyebabkan peubah terikat yang muncul tidak murni akibat peubah bebas, sehingga perlu diketahui seberapa besar pengaruh peubah ini.  Salah satu cara untuk memperhitungkan pengaruhnya adalah dengan melakukan pembelokan atau pengelompokan.    Misalnya : bila kita ingan meneliti semua jenis kelamin ayam broiler kita harus mengelompokkan jantan dan betina, jadi Jenis kelamin bukan lagi merukan peubah Kontrol melainkan sudah dijadikan peubah Antara.
            Peubah Galat atau Peubah  Ektrane (Extranius Variable) adalah : sejumlah gejala yang didak dapat dikontrol dan tidak dapat pula diperhitungkan pengaruhnya ataupun dieleminir pengaruhnya terhadap peubah bebas dan atau peubah terikat, peubah ini mungkin bersumer dari kondisi sample dan mungkin pula berada diluar sample.   Peubah ini akan muncul pada saat penelitian berlangsung, peubah ini akan mempengaruhi ketelitian penelitian.  Adanya peubah ini dapat dilihat pada besarnya kuadarat tengan galat,  makin besar kuadrat tengan galat berarti peubah ini makin besar pengaruhnya.  
            Rancangan Percobaan  berkenaan dengan teknik-teknik dalam mengatasi dan mengendalikan keragaman/peubah-peubah yang mengganggu pengaruh sebenarnya dari perlakuan atau factor yang kita teliti atau tetapkan disebut Rancangan Lingkungan (Enviromental Design). 
            Agar pengaruh perlakuan itu terlihat dengan jelas maka keragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan bahan percobaan hendaknya jangan sampai mengaburkan atau mengacaukan  penampilan pengaruh perlakuan tadi. Oleh karena itu, keragaman respons yang ditimbulkan  oleh keadaan lingkungan dan keadaan bahan percobaan yang digunakan perlu diperhitungkan atau disingkirkan atau diawasi, sehingga hingarnya terhadap pengaruh perlakuan dapat ditekan sampai sekecil –kecilnya.

2.1.  Peubah Kualitatif dan Kuanditatif
            Sebagai suatu peubah bebas atau peubah terikat atau suatu faktor, dapat digolongkan sebagai faktor kualitatif dan faktor kuanditatif.  Faktor kualitatif terdiri atas taraf-taraf berskala penilaian nominal  atau taraf-traf yang sebenarnya dapat dipandang sebagai nilai-nilai tertentu peubag khusus yang berkepekatan kontinu, tetapi tidak memberikan suatu tataan bermakna.  Sedangkan faktor  kuanditatif berskala ukuran ordinal, interval atau rasional.
            Faktor kuanditatif dengan taraf-taraf tertentu dapat dipandang sebagai nilai-nilai peubah berkepekatan kontinu, dinamakan sebagai faktor  regresi, tidak setiap faktor berskala ordinal dimasukkan kedalam faktor kuanditatif, ada kalanya diperlakukan sebagai faktor kualitatif.  Faktor jenis kelamin ternak yang terdiri dari jantan, betina dan kebirian adalah suatu factor kualitatif, sedangkan dosis pemberian obat dengan taraf-taraf 0, 5, 10 dan 15 ml merupakan faktor kuanditatif. 
            Jarak antara taraf terendah dengan taraf tertinggi suatu factor bergradien dari peubah bebas dinamakan rentang perhatian (range of interest).   Meskipun dalam rentang tersebut hanya ditentukan t taraf efektif saja, peneliti berminat untuk mengkaji pengaruh factor tersebut dalam kotinum sebatas rentang perhatian yang telah ditentukan, dengan perkataan lain inferensi dimaksudkan untuk memungkinkan dipergunakan suatu intra polasi.  Tetapi tidak untuk melakukan ekstra polasi.   Karena ini sudah diluar rentang perhatian yang telah ditentukan dan sudah tidak menjamin keterandalan data hasil percobaan.
            Jarak antara dua taraf beururutan dalam suatu tataan bermakna faktor bergradien dinamakan jarak antar taraf.  Dalam suatu rancangan perlakuan, jarak-jarak  antar taraf ini mungkin seragam atau mungkin tak seragam.   Faktor dengan jarak-jarak antar taraf seragam dinamakan juga sebagai faktor dengan taraf -taraf berjarak sama, sedangkan yang tak seragam   disebut berjarak tak sama.
            Dosis pemberian obat mempunyai taraf berjarak sama, misalnya 0,  5,  10 dan 15 ml, sedangkan yang berjarak tak sama misalnya 0,  6,  8,  9 dan 10 ml.
            Faktor kualitatif tidak mengenal konsep jarak antar taraf, sedangkan jarak antar taraf berurutan faktor yang berskala penilaian ordinal yang tak terukur tetap. 
2.3. Skala Pengukuran Peubah Respons.
            Kita mengenal 4 skala yang dapat digunakan untuk mengukur fakta sebagai  sebagai sumber data adalah sebagai berikut :
1. Skala Nominal.
            Skala nominal adalah pengukuran yang paling rendah tingkatannya, ini terjadi apabila bilangan atau lambang-lambang lain digunakan untuk mengklasifikasikan obyek, orang, hewan atau benda-benda lain.  Apabila bilangan atau lambing-lambang yang lain digunakan untuk mengidentifikasikan kelompok dimana beberapa obyek dapat dimasukkan kedalamnya, maka bilangan atau lambing-lambang itu membentuk suatu skala nominal (klasifikasi).
            Sebagai contoh, misalnya kita mengolongkan ternak dalam hgimpunan ternak besar, ternak kecil, ternak unggas dan aneka ternak.  Demikian pula penggolongan ternak setelah diobati menjadi mati dan sembuh.
Dalam hal ini skala untuk pengukuran peubah jenis ternak terdiri dari 4 titik, sedangklan kesembuhan terdiri dari 2 titik.  Titik skala dinamakan kelas atau katagori.
2. Skala Ordinal (Ranking).
            Skala ordinal terjadi bila obyek  yang ada dalam suatu katagori suatu skala  tidak hanya berbeda dengan obyek-obyek itu, tetapi juga mempunyai hubungan satu dengan yang lain,  Hubungan yang biasa kita jumpai diantaranya kelas-kelas adalah : lebih tinggi, lebih disenangi, lebih sering, lebih sulit, lebih dewasa dan sebagainya.
Pengukuran yang dilakukan dalam skala ordinal adalah obyek dibedakan menurut persamaannya dan menurut urutannya.  Jadi dapat dibuat urutan atau ranking yang lengkap dan teratur diantara kelas-kelas..  Sebagai contoh kejadian suatu penyakit pada ternak babi yaitu sering sekali, sering, kadang-kadang dan tidak pernah.
3. Skala Interval.
            Pengukuran dalam skala interval lebih kuat daripada skala ordinal, sebab pengukuran dicapai disamping berdasarkan persamaan dan urutannya, juga diperhitungkan jarak (interval( antara dua kelas yang berbeda.
            Skala interval mempunyai ciri dengan unit pengukuran yang sama dan kostan yang memberi suatu bilangan  nyata untuk setiap pasangan obyek-obyek dalam himpunan berurutan.  Dalam pengukuran semacam ini perbandingan antara interval sembarang adalah independent dengan unit pengukuran, dan skala interval mempunyai titik nol.
            Sebagai contoh skala interval adalah suhu, misalnya pengukuran suhu  dengan skala Celcius dan Fahrenheit, kedua pengukuran suhu ini mempunyai titik nol dan unit pengukuran  yang berbeda, namun keduanya memberikan informasi yang sama. demikian juga persentase (0 – 100%).   Semua skala ordinal yang mempunyai titik nol dan unit pengukuran sembarang, denga range lebih besar atau sama dengan 5 bisa dimasukkan kedalam skala interval.
4. Skala Rasional
            Skala rasional suatu skala disampimg mempunyai sifat seperti skala interval, ditambah lagi sifat lain yaitu titik nolnya tertentu.  Dalam skala rasional, perbandingan dua titik skala sembarang adalah independent dengan unut pengukuran.    Contoh skala rasional adalah skala untuk pengukuran berat, panjang, isi (volume), termasuk juga banyaknya orang atau banyaknya ternak da sebagainya.













..III. MERANCANG PENELITIAN
(Tidak ada sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, tiap-tiap sesuatu yang terjadi pasti ada penyebabnya)

            Perlakuan adalah  suatu pengkondisian atau kondisi untuk atau dari satuan dan/atau bahan penelitian.  Jadi perlakuan bisa merupakan karater dari suatu bahan penelitian atau sering disebut perlakuan karateristik, misalnya jenis kelamin, umur, dan sebagainya, dan bisa juga suatu kondisi yang dibuat atau dihipotesiskan oleh peneliti atau sering disebut perlakuan hipotetik.  Perlakuan hipotetik dibuat untuk mencari penyebab dari sesuatu yang terjadi.
            Perlakuan yang akan dicobakan atau diteliti dalam penelitian seharusnya ditentukan dari tujuan, sasaran dan kegunaan yang hendak dicapai dari pengujian pilihan pemecahan masalah melalui metode percabaan.
            Merancang suatu penelitian bila hanya terdiri dari dua perlakuan maka dapat diperhatikan dari homogenetas sampel yang digunakan, ada tidaknya peubah penggangu dan cara melakukan penelitian.  Bila sample cukup homogen dan tidak ada peubah pengganggu maka digunakan rancangan penelitian tidak berpasangan.     Sebaliknya jika sample tidak homogen dan peubah pengganggu dapat terdefinisikan  maka digunakan rancangan penelitian berpasangan.  Kedua rancangan ini tentu cara melakukan penelitiannya berbedam sehingga derat bebasnya juga berbeda.
            Meranrancang suatu perlakuan berdasarkan kondisi materi percobahan atau homogenitas sampel dan ada tidaknya peubah antara/penggangu   dan juga banyaknya peubah pengganggu disebut Rancangan Lingkungan.  Rancangan Lingkungan dengan materi homogen atau tidak ada peubah pengganggu disebut Rancangan Acak Lengkap (RAL), bila ada satu peubah penggangu disebut Rancangan Acak Kelompok (RAK), bila ada dua peubah antara disebut Rancangan Bujur Sangkar Latin(RBSL) dan bila ada tiga peubah pengganggu disebut Rancangan Bujur Sangkar Griko Latin (BSGL).
Sedangkan merancang suatu perlakuan  berdasarkan strategi melakukan percobaan atau cara melakukan percobaan disebut Rancangan Perlakuan (Treament Design).  Dalam merancang suatu perlakuan dikenal tiga yaitu cara kombinasi, berjanjang dan tersarang, cara ini dalam rancangan perlakuan disebut pula pola yaitu Pola Faktorial untuk yang kombinasi,  Pola Spit-plot atau Split-time untuk yang berjenjang dan Pola Tersarang untuk yang tersarang.  Disamping itu merancang suatu percobaan berdasarkan pula hasil yng ingin dicapai, merancang seperti ini disebut Rancangan Respon, rancangan renpon penting dalam menentukan rentang perhatian suatu perlakuan yang bersifat kuantitatif, sebab rentang perhatian ini sangat menentukan respons yang akan terjadi. 
Jadi Rancangan Percobaan (Experiment Design) terdiri dari Rancanag Lingkungan, Rancanan Perlakuan dan Rancangan Respons, rancangan percobaan harus dibuat sebelum melakukan suatu percobaan.

3.1. Model Tetap dan Model Acak.
Penentuan suatu faktor apakah termasuk model tetap atau model acak sangat berkaitan atau tergantung dari penguasaan bidang ilmu yang sedang diteliti. Namun demikian pengetahuan tentang klassifikasi model tetap dan model acak sangat penting untuk memberikan gambaran kepada para peneliti sehingga dapat memberikan keseragaman definisi dan persepsi.

1. Model Tetap.
Percobaan yang perlakuannya atau taraf faktornya ditetapkan sebelum penelitian oleh peneliti, dalam hal ini peneliti tentunya mempunyai suatu alasan berdasarkan bidang ilmunya menetapkan bahwa, taraf-taraf faktor tersebut mempunyai suatu ciri tertentu yang dapat membedakan dengan taraf yang lain. Jadi tiap taraf dapat mewakili populasi yang dihipotesiskan atau dibayangkan ada.
Sebagai teladan, penelitian pengaruh pejantan sapi Bali terhadap berat lahir anak dari induk yang dikawini. Misalnya digunakan 4 ekor pejantan yang masing-masing dikawinkan dengan 5 ekor sapi betina yang seragam, maka faktor pejantan bisa model tetap bisa juga model acak.
Pejantan sapi Bali dikatakan model tetap, jika tiap-tiap pejantan dapat diidentifikasi mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat ditetapkan oleh peneliti sebelum penelitian dilakukan. Misalnya pejantan pertama umur 2 tahun, pejantan kedua umur 2,5 tahun,pejantan ketiga umur 3 tahun dan pejantan keempat umur 3,5 tahun. Bisa juga diidentifikasi berdasarkan bobot tubuhnya pada umur yang sama, misalkan bobotnya masing-masing 250, 300, 350, dan 400 kg. jadi tiap-tiap pejantan dapat mewakili himpunan populasi yang dihipotesiskan atau dibayangkan oleh peneliti.
Sebaliknya pejantan sapi Bali dikatakan model acak, jika peneliti tidak menetapkan ciri-ciri tertentu dari pejantan yang digunakan sebelum penelitian dilakukan. Peneliti menambil 4 ekor pejantan secara acak dari suatu populasi sapi jantan. Jadi, tiap pejantan tidak dapat mewakili suatu populasi hipotetik, melainkan mewakili populasi sapi jantan. Dalam penelitian ini peneliti ingin menguji apakah ada variasi dari pejantan dalam memberikan berat lahir anak sapi dari induk yang dikawininya. Kesimpulan ditunjukkan kepada populasi pejantan, bukan himpunan dari sapi jantan dengan ciri tertentu.
Pada model tetap, peneliti sebenarnya telah mendefinisikan T=t populasi inferensinya, dalam hal ini dibayangkan ada T=t populasi.  Secara statistika suatu faktor model tetap dicirikan sebagai berikut. Misalkan αi  (i=1,2,3,…..t) melambangkan pengaruh tetap taraf ke-I factor A.  Karena αi dianggap konstan, maka E(αi)= αi, yaitu rataan sebenarnya αi. 
2. Model Acak.
Seperti teladan pada model tetap suatu faktor termasuk dalam model acak, jika peneliti mengambil t taraf dari suatu factor (t<T) yang akan diteliti sebagai suatu contoh berukuran t yang representative, digunakan  untuk mewakili populasinya (T). Jadi inferensi tidak dimaksudkan untuk t taraf dari factor yang diteliti. 
            Dalam pengertian statistika , suatu faktor model acak dicirikan sebagai berikut.  Misalkan Ai (I,1, 2, 3,……..,t) melambangkan pengaruh acak taraf ke-I faktor A,  rataan sebenarnya Ai=E(Ai)=0, untuk semua I,  karena Ai dianggap sebagai peubah acak.  Pengulangan untuk memperoleh t taraf faktor A mengandung unsur ketakpastian.  Keragaman timbul bukan karena keragaman nilai-nilai Ai, tetapi juga oleh keragaman contoh-contoh berukuran t berdasarkan penarikan dengan pemilihan.   Dalam pengujian hipotesis model acak  ditunjukkan kepada variasi antar taraf yang diteliti, bukan perbedaan anta taraf yang diteliti, dengan kata lain uji-uji lanjutan antar taraf ke-I tidak diperlukan lagi.
            Dalam percobaan yang melibatkan lebih dari satu factor, baik klasifikasi silang, tersaranr maupun berjanjang yang salah satu faktornya factor tetap dan faktor yang lain faktor acak disebut model campuran.

3.2. Azas-azas Perancangan Percobaan.
            Pengulangan (replication), pengacakan(randomization) dan penendalan setempat (Local controle) merupakan asas pokok dalam perancanan percoaan.  Sedangkan keortogonalan , pemautan(confounding) dan keefisienan merupakan asas tambahan.
  1. Pengulagan diperlukan untuk memungkinkan memperoleh suatu dugaanbagi ragam galat percobaan.  Ragam galat percobaan adalah suatu dasar pengukuran yang diperlukan dalam penelitian bedabeda teramati dari data respons percobaan, dan diperlukan juga dalam menentukan lebar selang kepercayaan sustu dugaan.
  2. Pengulangan diperlukan untuk mengasilkan suatu dugaan yang lebih tepat (cermat) untuk ragam galat percobaan.
  3. Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk ragam dari suatu rataan atau beda antara dua rataan.  Hal ini disebabkan karena makin kecil ragam galat suatu percobaan, maka makin tinggi ketelitian percobaan itu. Ragam galat semakin kecil dengan bertambah banyaknya ulangan.
  4. Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk suatu ragam rataan contoh atau beda antara dua rataan contoh.


3.3. Banyaknya Ulangan.
            Berapa banyaknya ulangan untuk tiap perlakuan yang harus dipertimbangkan agar diperoleh suatu dugaan yang cukup dekat (teliti) disekitar suatu parameternya, merupakan pertanyaan wajar yang banyak ditanyakan oleh para peneliti, dalam menerapkan statistika sebagai suatu alat analisis.  Pertanyaan tersebut tidak mudah dijawab secara lugas, karena ada hal-hal yang harus dipahami dalam menggunakan rumus atau kaedah yang ada.
            Misalnya parameter pupolasi yang hendak diduga ialah µ,  dengan dugaan tak bias adalah ωi.    Sebagai suatu statistik, ωi bukanlah suatu kontanta, nilainya dapat beragam dari suatu contoh ke contoh acak  lainnya yang mungkin terseleksi  dari satu percobaan.
 Umumnya ragam ωi adalah Var(ωi) = (1/ri)тi2, disini ri adalah banyaknya ulangan untuk memperoleh ωi dan тi2 adalah ragam populasi ke-i.  Dalam sustu percobaan biasanya diuji lebih dari satu macan perlakuan, misalnya t macam perlakua.   Apabila didalam suatu percobaan ragam masing-masing perlakuan dianggap seragam, maka : т12 =   т22   = …………тt2 =  тi2 , katakanlah setiap perlakuan ulangannya sama yaitu sebanyak r.   Selanjutnya, apabila sebaran datanya normal dengan rataan µi  dan ragamnya sama yaitu :i2/r) maka peluang 1-α untuk penduga selang µi  adalah :
P[ωi – Zα/2√(тi2/r) ≤ µI ≤ ωi – Zα/2√(тi2/r)] = 1- α.   Jika lebar rentangan sebesar R, maka R = 2 /2√(тi2/r).  Pengkuadratan hubungan yang terakhir menghasilkan R2 = 4 (/2)2i2/r) sehingga :  r = 4(/2)2i/R)2
Untuk memperoleh suatu dugaan yang teliti bagi  µi  dalam suatu selang kepercayaan yang dikendaki, 1- α kiki harus menentukan besar penyimpangan dugaan itu kekiri atau kekanan parameter yang hendak diduga.  Dengan kata lain kita harus menentukan nilai mutlak untuk R.  Misalnya rentang yang ditentukan R = 2 dan ragamnya тi2 = 4, dan berdasarkan table Z,  /2 = 1,96 (taraf signifikansi 0,05 atau selang kepercayaan 0,95), maka :
r = 4(/2)2i/R)2 = 4(1,96)2(4/4) = 15,37 Jadi banyaknya ulangan yang diperlukan  dengan ketentuan diatas adalah sebanyak 16 satuan atau buah.  Tetapi dalam kenyataannya R dan т2 jarang atau sulit ditentukan.
            Untuk percobaan membandingkan dua perlakuan, banyaknya ulangan dicari dengan respek terhadap deda sebenarnya antara rataan dari dua perlakuan, yaitu : δ = µ1 -  µ2.,  Besarnya nilai δ diduga dengan d = ŷ1 – ŷ2. 
Jika varian kedua perlakuan ini sama yaitu sebesar тi2/r  dan datanya menyebar normal, maka ragam gabungan dari kedua perlakuan tersebut adalah i2/r, sehingga jika beda sebenarnya yang diinginkan darim kedua perlakuan tersebut adalah B, maka pada taraf signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut :
1 – ŷ2)/(2тi2/r)1/2 = Zα/2
B/(2тi2/r)1/2 = Zα/2
B=(2тi2/r)1/2 (Zα/2)
r = [2(Zα/2)2тi2]/B2
Misalkan varians atau keragaman i) dari suatu peubah respons diketahui sebesar 4 satruan dan beda yang diinginkan antara dua perlakuan tidak lebih dari 1,5 satuan, dengan tingkat kepercayaan 95%, maka diperlukan sampel sebanyak : r = [2(Zα/2)2тi2]/B = [2(1,96) 24]/(1,52) = 13.66.
Jadi diperlukan 14 buah sampel, dari rumus diatas terlihat bahwa semakin besar keragaman atau semakin beragam respon maka semakin banyak jumlah sampel yang diperlukan, dan sebaliknya semakin besar beda yang diinginkan untuk menyatakan perbedaan populasi hipotetik, maka semakin sedikit diperlukan sampel.
            Dalam banyak keadaan, biasanya тi2 tidak diketahui dan dalam percobaan diduga dengan S2 (kuadrat tengah Galat), dengan keadaan ini artinya kita menggunakan informasi percobaan dalam memperhitungkan kembali banyaknya ulangan yang seharusnya diperlukan, apabila percobaan sewrupa dalam kondisi-kondisi yang sama dilakukan.
            Ada suatu kaedah yang cukup terkenal dalam menentukan banyaknya ulangan berdasarkan derat bebas penduga тi2 (S2), yaitu bahwa banyaknya ulangan yang dianggap cukup, ditentukan dari n – p ≥ 15.   Untuk rancangan acak lengkap n – p adalah n – p = t(r-1), sehingga hubungan yang dipergunakan dalam menentukan banyaknya ulangan adalah : t(r-1) ≥ 15, disini t = banyaknya perlakuan dan r banyaknya ulangan yang dicari).  Untuk Rancangan Acak Kelompok  n – p = (t – 1)(b – 1) dalam RAK Subsampling tb(r-1), disini b adalh jumlah kelompok dalam RAK.
            Dasar kaedah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, penduga bagi тi2 yaitu S2 secara umum ditentukan :
S2 =  (Jumlah Kuadrat Galat)/(Derat Bebas Galat) = JKG/(DBG = JKG/(n – p
Dari rumus diatas dapat dipikirkan bahwa nilai ragam sisaan atau galat percobaan akan kecil apabila jumlah kuadrat galat mendekati nol dan/atau derajat bebas galat semakin besar.  Jumlah kuadrat galat akan sama dengan nol jika Yij seragam nilainya untuk semua pengamatan ke- ij.  Hal ini adalah suatu hal yang amat langka terjadi dalam suatu percobaan.   Jika diperhatikan dari rumus diatas, JK Galat sebagai suatu konstanta yang besarnya misalnya ditentukan sma dengan 2, maka yang dapat diubah adalah derajat bebas galat, jadi besarnya 2/(n-p) dapat dianggap sebagai suatu factor pengganda yang dikendaki dekat dengan nol untuk memperoleh S2 yang kecil.  
Berapa nilai 2/(n-p) yang dianggap cukup tergantung dari ketelitian yang diharapkan. Misalnya, berikut ini dicantumkan beberapa nilai DB galat sebagai berikut :
DB
2
4
8
10
16
20
40
100
2/DB
1,0
0,5
0,25
0,20
0,125
0,100
0,05
0,02

Dari daftar diatas dapat diamati bahwa perbedaan nilai 2/DB dari DB=16 ke DB=20 kecil sekali, jika dibandingkan perbedaan DB=10 ke DB=16, yaitu : 0,025 berbanding 0,075.  Perubahannya semakin kecil bila DB semakin besar, jadi DB≥16 dianggap cukup baik, karena perubahannya sudah cukup kecil.
Dalam percobaan yang berhubungan dengan persentase atau peluang suatu kejadian atau prevalensi, jika peluang terjadinya suatu kejadian diketahui, maka berdasarkan sebaran Binom dari n kejadian yang diinginkan terjadi  atau diharapkan muncul, maka kemungkinan kejadian x akan terjadi, jika peluang atau prevalensi timbulnya kejadian sebesar p adalah (nx)px(1- p)n-x ,.  Jika kita tidak menginginkan tidak mendapatkan kejadian x atau kemungkinan tidak terjadinya x atau x=0 diinginkan sangat kecil, yaitu sebesar α, maka :
(nx)px(1- p)n-x = α
(n0)p0(1- p)n-0 = α
            (1- p)n= α
Log(1- p)n= Log α
               n = (Log)/Log(1- p)
Misalkan diketahui peluang terjadinya suatu kejadian sebasar 0,40, maka dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%  diperlukan sample untuk bias dipercayai bahwa kejadian itu akan ditemukan/terjadi adalah :
            n = (Log 0,05)/Log (1 - 0,40) = -1,30103/-0,22185 = 5, 86
Jadi minimum jumlah unit penel;itian yang digunakan sebanyak 6 buah.
            Berdasarkan Sebaran Binom diketahui bahwa rataan np dan ragamnya np(1- p), maka jika dugaan yang diinginkan dari p maksimum menyimpang sebesar b maka :
                         b = Zα/2
                   n = p(1- p)[( Zα/2)/b]2
Jadi jumlah sample yang digunakan untuk menduga peluang atau prevalensi suatu kejadian pada contoh diatas pada taraf signifikansi 5% dan jika maksimum penyimpangan yang diinginkan tidak lebih dari 0,08 adalah :
            n = p(1- p)[( Zα/2)/b]2
           n = 0,40(1- 0,40)[(1,96)/0,08]2
           n = 144,08
Jadi jumlah sample minimum diperlukan sebanyak 145 buah
3.4. Pengacakan (Randomization)
            Jika ada n buah satuan percobaan dipergunakan untuk percobaan dengan 2 perlakuan dengan ulangan n1 dan n2 di mana n1 + n2 = n, katakanlah misalnya n1 = n2,  Maka timbul suatu pertanyaa apakah perbedaan respons hasil penelitian disebabkan karena perbedaan/akibat perlakuan, tentu jawaban yang diinginkan adalah Ya!.   Tetapi mungkin tidak, karena ada sebab lain yaitu karena kebetulan sample n1 dipilih yang lebih baik dari n2, atau karena sebab lainnya. 
            Setiap peneliti yang berhati-hati akan berusaha untuk mengelakkan pengaruh bukan karena perlakuan dengan berbagai cara, namun bahan percobaan dapat memiliki perbadaan cirri-ciri yang tidak  dikendalikan dari penampilan cirri luarnya saja.  Jadi cara yang ampoh dan adil pengendalian pengaruh yang tidak dikenal adalah dengan cara acak.
            Dalam melakukan percobaan ada beberapa situasi dimana kita melakukan pengacakan, di antaranya :
1.      Penarikan contoh acak untuk menetapkan obyek-obyek amatan.   Suatu contoh acak terdiri atas  n unsure ditarik dari suatu populasi kongkrit berukuran N yang terhingga.  Misalnya dalam rangka memilioh anak contoh dari suatu satuan percobaan.
2.          Penetapan ukuran acak obyek-obyek untuk dilakukan proses percobaan, pengujian, pengamatan, atau pengidenfikasian karateristik atau kandungan bahan tertentu.  Dalam hal ini 1,2,………,n
3.          Pengalokasian acak t macam perlakuan terhadap suatu gugus satuan percobaan berukuran b≥t satuan percobaan (b kelompok besar satuan percobaan)
Pengendalian Setempat (Local Controle).
            Semakin kecil simpangan baku beda antara dua rataan perlakuan, maka akan makin oeka pula pengujian yang kita dapat lakukan terhadap ada tidaknya perbedaan antara perlakuan yang dibandingkan.  Ragam-ragam galat percobaan untuk masing-masing perlakuan selain dapat diperkecil dengan memperbanyak  ulangan (n), dapat pula diperkecil  dengan menggunakan satuan-satuan percobaan yang lebih seragam, pemilihan rancangan yang tepat atau memilih bentuk serta ukuran satuan percobaan yang optimal.
            Cara-cara penyeragamkan bahan percobaan mempunyai batas yang ditentukan oleh factor fasilitas dan ekonomi.  Pada suatu ketika usaha penyeleragamkan itu akan mencapai ongkos diluar ambang anggapan percobaan.   Bahkan, walaupun batas yang ditentuklan oleh factor  ekonomi ini dapat dibatasi, masih ada factor lain yang patut dipertimbangkan.
            Penyeragam tidak dapat dijalankan sampai terlalu sempurna, karena apabila kita umpamanya mengadakan percobaan dengan bahan percobaan yang sangat homogen dan pada keadaan lingkungan yang sangat terkendali, maka hasil-hasil percobaan tersebut hanya akan berlaku bagi keadaan-keadaan percobaan yang khusus dipilih tadi.  Daerah pengambilan kesimpulan (generalisasi) dari percobaan menjadi sangat sempit, sehingga kita tidak dapat mengambil kesimpulan untuk keadaan yang agak menyimpang dari keadaan yang dipakai bagi percobaan tersebut.
            Bagaimana caranya untuk mendapatkan suatu percobaan dengan ketepatan dan ketelitian tinggfi, akan tetapi memberikan cukup kesempatan untuk mengambil kesimpulan secara umum, yaitu melalui suatu cara pengendalian setempat antara lain adalah berupa pengelompokan, penggolongan, atau pelapisan.   Dengan pebgendalian setempat pembandingan didalam kelompok atau golongan akan memiliki ketepatan yang tinggi, dan adanya kelompok atau golongan tersebut akan menjamin bahwa daerah pengambilan kesimpulan tidak menjadi terlalu sempit.   Didalam atau golongan satuan percobaan keragaman respons percobaan diharapkan lebih banyak ditimbulkan oleh perlakuan-perlakuan  berbeda yang diberikan daripada oleh factor-faktor kebetulan yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya dalam percobaan.
            Dalam pengertian sempit, yang dimaksud dengan pengelompokan (blocking) adalah pembagian atau pemilihan satuan-satuan percobaan yang didasarkan pada beberapa penciri dari (atau yang dipautkan dengan medan, tempat atau ruang yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu anak gugus atau satuan percobaan yang cukup seragam keadaannya.  Apa keadaan penciri yang harus dipertimbangkan itu harus dinilai dari kemungkinan pengaruh yang dapat ditimbulkannya terhadap respons-respons percobaan yang akan diamati, sedangkan yang dimaksud dengan penggolongan (grouping) atau pelapisan adalah pemilihan satuan-satuan percobaan kedalam suatu golongan atau lapisan yang dianggap cukup seragam didasarkan pada kesamaan dalam cirri-ciri bahan percobaan, yang tidak berkenan dengan posisi atau lokasinya dalam dimensi ruang serta waktu.  Dengan pelapisan (Strafication)  dimaksudkan satuan-satuan percobaan yang lebih seragam, berdasarkan satu atau beberapa peubah selain yang dipergunakan untuk mencirikan medan, tempat,  ruang atau waktu.
IV. ANALISIS DATA
(Setiap pertanyaan pasti memerlukan jawaban, kalau tidak perlu jawaban janganlah bertanya. Namun setiap pertanyaan memerlukan waktu yang tepat untuk dijawab)
            Dewasa ini metode-metode statistika makin banyak dipergunakan untuk analisis atau menguji data hasil percobaan, dan sebaliknya tidak jarang model-model matematis yang biasa dipakai untuk percobaan dipertimbangkan untuk menganalisis data yang dikumpulkan dengan metode bukan percobaan.
            Dewasa ini, fasilitas pengolahan data berupa komputer dengan berbagai program kemasan statistika yang tersedia makin canggih, dengan kemampuan dan kecepatan olah komputer yang makin tinggi, sewrta tenaga yang makin proposional lebih terbuka  kemungkinan untuk memilih analisis yang lebih sesuai dan mendalam, dengan hasil yang lebih cermat serta dikerjakan dalam waktu yang singkat.  Mungkin saja selama penyelenggaraan percobaan terjadi hal-hal mengakibatkan penyimpangan terhadap apa yang telah direncanakan dan dipertimbangkan dalam bentuk anggapan-anggapan sebelumnya, sehingga rencana terutama analisis data hasil penelitian harus diubah sesui dengan kenyataan yang ada.
            Pemeriksaan kesesuian model adalah suatu langkah penting dalam menganalisa data, model statistic yang digunakan tak lain dari suatu bayangan penyederhanaan atau penyarian bagi masalah yang dikaji.  Model dengan komponen-komponennya dan anggapan-anggapan yang melandasinya perlu diperiksa dan dinilai secara kritis.  Teknik-teknik grafis umumnya dapat membantu dalam analisis data.
            Metode statistika mengandung  pedoman yang dapat dipergunakan untuk mengukur dan menguji keteranalan dan keabsahan dalam menafsir hasil percobaan.  Pemilihan dan penggunaan metode statistika  yang tepat, sebagai suatu sifat analisis memungkinkan kita untuk mengukur besarnya galat/kesalahan dalam menarik suatu kesimpulan atau memberi suatu taraf (selang) kepercayaan terhadap suatu pernyataan, dengan demikian  batas-batas ketakpastian dapat diberikan.
4.1. Pemilihan Analisis atau Uji Statistika yang Cocok
            Dalam merencanakan suatu penelitian atau percobaan kemungkinan ada beberapa macam uji statistika yang dapat dipakai untuk kepentingan tersebut, maka hal ini akan mengundang suatu pertimbangan untuk memilih salah satu diantaranya yang paligccok dan menguntungkan dari segi ilmiah.
            Keampuhan uji dalam analisis statistika merupakan salah satu bagian penting dari suatu pengujian .  Suatu uji statistika dikatakan baik atau memadai, bila dengan metode uji tersebut peluang untuk menolak H0 cukup kecil kalau H0 benar  dan pelang akan besar kalau H0 salah.
            Apabila pada suatu saat menghadapi dua macam metode pengujian misal Uji A dan Uji B, kemudian ternyata kedua macam uji tersebut mempunyai peluang yang sama untuk menolak H0, dalam hal ini dapat dipilih salah satu diantaranya dengan jalan melihat peluang terbesar untuk menolak H0 bila    H0salah.
            Selain tingkat keampuhan uji, maka terdapat pertimbangan-pertimbangan lain dalam menentukan atau memilih salah satu uji statistik, pertimbangan tersebut didasarkan atas :
  1. Bagaimana cara mengambil/menarik sampel atau melakukan percobaan
  2. Keadaan atau sifat dari populasi yang diamati.
  3. Satuan apa atau skala pengukuran yang dipergunakan dalam menilai respons hasil penelitian
  4. Dasar teori serta tujuan dari penelitian yang dilakukan.
Semua hal tersebut diatas, akan menentukan uji statistika mana yang akan dipilih atau digunakan, sehinga uji tersebut cukup memadai atau bahkan sangat cocok untuk menganalisis suatu data hasil pengamatan dari suatu penelitian.
            Pengujian statistik  akan berlaku apabila model dan cara pengukuran yang dilakukan memenuhi syarat-syarat  yang dibutuhkan.  Kadang-kadang perlu dipertimbagkan apakah syarat yang diperlukan tersebut dipenuhi.  Jadi dengan demikian,  syarat-syarat model statistik dari suatu pengujian hanya merupakan asumsi saja , semua keputusan yang diambil dari beberapa uji statistika sekurang-kurangnya harus mempunyai kuilifikasi sebagai berikut :  Kalau model yang dipakai tersebut sesui dan bila pengujian yang dilakukan juga cukup emadai, maka hal ini menyatakan bahwa asumsi tersebut adalah lemah dan terbatas untuk suatu model tersebut.  Dengan ditariknya suatu keputusan yang kurang kuat dari hasil uji statistik dengan model yang bersangkutan, maka kelemahan tersaebut harus dibantu dengan asumsi yang kuat untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam menarik suatu kesimpulan.
4.2. Asumsi-asumsi dalam Uji Statistika
Pengujian yang paling teliti adalah pengujian dengan asumsi yang kuat dan tepat..  Uji statistika parametrika (Uji t dan uji F) dapat dipakai asumsi=asumsi yang kuat untuk mendapatkan hasil yag baik.    Kalau asumsi yag dikemukakan memang benar, maka uji t dan uji F adalah uji yang paling baik dalam memberikan nilai peluang untuk menolak H0  salah, dari asumsi yang dikemukakan tadi, dengan catatan data pengamatan memenuhi asumsi yang diperlukan untuk pengujian tersebut.
Syarat-syarat atau asumsi-asumsi yang diperlukan untuk uji t dan uji F adalah sebagai berikut :
  1. Pengamatan dilakukan secara acak atau bebas, artinya pemilihan setiap sampel dari populasi harus bebas terhadap kesempatan untuk dipilih.
  2. Variabel atau Peubah respons yang diukur harus dalam skala interval atau rasional.
  3. Data pengamatan yang diambil hendaknya  menyebar mengikuti sebaran normal atau paling sedikit tidak melanggar sebaran normal.
  4. Data pengamatan harus mempunyai varians/keragaman yang homogen antar perlakuan yang dibandingkan.
Semua syarat-syarat tersebut diatas harus dipenuhi dalam uji t dan uji F, dalam penelitian biasanya syarat No.1 mudah/selalu dipenuhi, sedangkan syarat No. 2 tergantung dari kemampuan peneliti untuk menggunakan atau mencari skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian.  Syarat No. 1 dan 2 harus terpenuhi, sedangkan syarat No. 3 dan 4 bila tidak terpenuhi, maka dapat diusahakan supaya dapat terpenuhi dengan jalan melakukan transformasi data.
Transformasi data bertujuan untuk mengubah data dari data yang tidak mengikuti sebaran normal dengan keragaman antar perlakuan tidak homogen menjadi mengikuti sebaran normal dengan keragaman antar perlakuan menjadi homogen, sehingga syarat No. 3 dan 4 tidak dlanggar.
Transformasi data yang biasa dipergunakan adalah :
  1. Transformasi akar Yi (√Yi), transformasi ini digunakan jika data mengikuti sebaran Poisson.   Ciri-cirinya adalah rata-rata (ў) data hasil pengamatan masing-masing perlakuan hampir sama dengan variannya (т2), data yang mengikuti sebaran Poisson ini biasanya data dalam persen dengan persentase yang sangat kecil atau peluang kejadiannya sangat kecil atau sebaliklnya yaitu sangat besar (mendekati O% atau 100%).   Jika  hasil pengamatan ada data yang nilainya 0, karena akar 0 tak terdifinisikan, mka transformasinya ini diubah menjadi akar (Yi + 1) atau (Yi + ½).
  2. Transformasi ArcSin √Yi , transformasi ini digunakan jika data mengikuti sebaran Binomial.   Ciri-ciri data yang mengikuti sebaran ini adalah rata-rata (ў) data tersebut sebanding dengan variannya (т2), perlu diiangat bahwa ў = np dan т2 = np(1-p).   Data dalam satuan pengukuran persentase (Yi%) biasanya mengikuti sebaran ini.
  3. Transformasi Log Yi atau Ln Yi,  transformasi ini biasanya digunakan bila data berkaitan dengan waktu dan rata-ratanya  (ў) mengikuti rata-rata Geometrik.  Ciri-ciri data ini adalah bila rata-rata (ў) sustu perlakuan semakin besar, maka variannya (т2) juga semakin besar, sehingga homogenitas ragam/varian antar perlakuan tidak terpenuhi.  Data yang mempunyai ciri-ciri tersebut adalah data yang berkaitan dengan waktu misalnya jumlah mikroorganisme pada daging yang dismpan pada suhu dingin selama 10 hari, bobot badan ayam dari minggu ke minggu.
  4. Transformsi kebalikan (1/Yi), transformasi ini diguakan jhika rata-rata data mengikuti rata-rata Harmonik.  Data ini diperoleh jika satuan pengukuran yang digunakan dalam penelitian dari dua satuan (misalnya Rp./butir, jumlah anak/jumalah induk dan sebagainya, sehingga jika satuan tersebut tidak rasional maka perlu dibalik atau diharmoniskan dalam analisis data.
  5. Transformasi Ln(A – Yi) atau Ln[(A – Yi)/Yi], disini A adalah nilai maksimum dari respons yang mungkin dicapai atau nilai maksimum teoritis.  Transformasi ini digunakan jika nilai A diketahui atau dapat diduga dan data tidak linear dalam urutan waktu.  Dalam hal ini data mengikuti kurva Logistik atau Sigmoid.
Homogonitas Varian/ragam antar perlakuan dianggap homogen bila perbandingan antara ragam terbesar dengan terkecil lebih kecil dari 3 (ragam terbesas/ragam terkecil < 3),  dan dapat juga diuji dengan menggunakan uji Bartlett atau Uji Cochran.  Kedua uji ini memberikan keputusan apakah transformasi yang kita lakukan sudah dapat diterima atau tidak, jika telah berubah melakukan berbagai tranformasi data ternyata homogenitas ragam juga tetap dilanggar atau tidak memenuhi, maka  uji t ataupun uji F tidak bisa kita paksakan untuk digunakan.   Dengan kata lain kita harus menggunakan analisis/uji lain selain uji t dan uji F, yaitu dengan menerapkan analisis Statistika Nonparametrika.
      Kenormalan data dapat diketahui dengan menggunakan teknik-teknik grafis atau dengan uji Chi-Square (X2).  Teknik-teknik grafis biasanya jauh lebih baik dan komonikatif digunakan karena dapat menarik kesimpulan yang lebih luwes sesui dengan keadaan data dan tujuan transformasi yang diinginkan.
Pelanggaran syarat nomor 3 dan 4 biasanya berkaitan dengan jumlah sampel, makin banyak jumlah sampel kemungkinan pelanggaran syarat nomor 3 dan 4 akan semakin kecil jika syrat nomor 1 dan 2 telah tewrpenuhi.  Jadi jumlah sampel juga sangat menetukan homogenitas ragam dan kenormalan data (ingat syrat jumlah sampel minimum).
Pemilihan analisis/uji statistika berdasarkan rancangan percobaan, sifat peubah dan skala pengukuran yang digunakan, seperti Tabel berikut :


Tabel Pemilihan Analisis/Uji Statistika
No.
Rancangan
Sifat
Perlakuan
Skala Pengukuran
Analisis/Uji
Statistika
1
Tidak ber-pasangan (P=2)
Tetap Kulitatif atau Kuanditatif
Nominal

Ordinal

Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.

Chi-Square (X2)

 Wilcoxon tidak Ber-pasangan
Wlxoson tidak Ber-pasangan, Uji Mann-Whitnie 




Uji t tidak Ber-pasangan
2
Berpasanag (P=2)
Tetap Kulitatif atau Kuanditatif
Nominal

Ordinal

Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.

Uji Tanda, Mc Nenar

Uji Wilcoxon Ber- pasangan, Uji Walsh
Uji Wilcoxon Ber- pasangan





Uji t Berpasangan
3



















Rancangan Acak Lengkap (RAL)
















Tetap Kualitatif
















Tetap Kuanditatif

Nominal

Ordinal

Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

Interval dan  Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.

 Nominal

Ordinal




Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

Chi-Square (X2)

Kruskal-Wallis

Kruskal-Wallis
Uji Median





Analisis Ragam (Uji F),





Chi-Square (X2)

Kruskal-Wallis, Wilcoxon tidak Berpasangan, Mann-Whitnie

Kruskal-Wallis, Wilcoxon tidak Berpasangan, Mann-Whitnie
Uji Median, Korelasi Rank


4
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)

Tetap Kualitatif
Interval dan  Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.


Analisis Ragam (Uji F), Uji t,  Uji Nilai Tengah (BNT, BNJ, Duncan dsb),  Kontras Ortogonal






5
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)

Tetap Kuanditatif
Interval dan  Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.


Analisis Ragam (Uji F), Uji t,  Uji Nilai Tengah (BNT, BNJ, Duncan dsb), Polinomial Kontras Ortogonal, Analisis Regresi-Korelasi

6
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)

Acak  Kualitatif
Interval dan  Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.


Analisis Ragam (Uji F), Uji Nilai Tengah tidak boleh dilakukan

7
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Tetap Kualitatif









Tetap Kuanditatif

Nominal

Ordinal


Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

 Nominal

Ordinal

Interval dan Rasional (n kecil homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.

Cochran

Friedmen, Wilcoxon Berpasangan

Uji Friedman, Wilcoxon Berpasangan




Cochran

 Friedmen

 Friedman, Wilcoxon Berpasangan
Korelasi Rank






Tidak ada komentar:

Posting Komentar