I.
PENDAHULUAN
Metodologi Ilmiah.
(Kebenaran
itu rupanya tidak mungkin diceraikan dari pikiran kita, rupanya sudah ada
sebelum dan sesudah kita memikirkannya.
Jadi kalau kita timbang benar-benar, tiap orang yamg memungkiri adanya
kebenaran diluar yang dia pikirkan tidak boleh tidak menipu dirinya sendiri)
Dalam usaha meningkatkan suasana
akedemik di perguruan tinggi serta dalam upaya menumbuhkan sikap, kemampuan dan
ketrampilan meneliti pada mahasiswa, pengetahuan Metodologi Ilmiah dan
Rancangan Percobaan merupakan hal yang esensial. Setiap bidang studi diharapkan dapat menimbulkan kegairahan
meneliti, setiap bidang studi disamping mengembangkan penguasaan materi
diharapkan juga memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan sikap, kemampuan
dan ketrampilan meneliti pada mahasiswa, khususnya dalam hal pembuatan
Sekripsi.
Ilmu
pengetahuan berawal dari kekaguman manusia terhadap alam yang dibadapinya, baik
alam besar (macro-cosmos) maupun alam kecil (micro-cosmos). Sifat ingin tahu manusia telah dapat disaksikan
sejak dari lahir, hasrat ingin tahu manusia terpusatkan kalau dia memperoleh
pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakan, dan pengetahuan yang diinginkan
adalah pengetahuan yang benar.
Pengetahuan yang benar atau kebenaran
memang secara inhaerent dapat dicapai manusia, bisa melalui pendekatan non-ilmiah maupun pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah menuntut
dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan perurutan tertentu agar dapat dicapai
pengetahuan yang benar. Namun tidak
semua orang sadar ataupun tidak
mengikuti pendekatan ilmiah dalam mencari kebenaran. Namun kenyataan banyak pendekatan non ilmiah
yang dilakukan, sehingga kebenaran tersebut perlu lagi dibuktikan secara
ilmiah.
Pendekatan
non ilmiah yang biasa dilakukan adalah : akal
sehat, prasangka, intuisi, penenuan kebetulan, coba-coba, pendapat pakar (Orang pintar) dan
pendekatan otoriter.
Metodologi Ilmiah merupakan cara-cara
memperoleh kebenaran atau pengetahuan dengan pendekatan ilmiah melalui
penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori itu berkembang pula melalui penelitian
ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasarkan data
inperis. Teori itu dapat diuji (ditest)
dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya . Artinya, jika penelitian ulang
dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama
akan diperoleh hasil yang ajeg (consistent) yaitu hasil yang sama atau hamper
sama dengan hasil terdahulu..
Penelitian ilmiah adalah suatu proses,
yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan
sistematis guna memdapat pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan itu harus serasi dan saling mendukung
satu sama lain, agar penelitian yang dilakukan mempunyai bobot yang cukup
memadai dan memberikan kesimpula-kesimpulan yang didak meragukan. Adapun langkah-langkah tersebut pada umumnya
adalah sebagai berikut :
1.
Identifikasi,
pemilihan dan perumusan masalah
2.
Penelaahan
kepustakaan dan penyusunan kerangka konsep
3.
Penyusunan
hipotesis
4.
Identifikasi,
klasifikasi dan pemberian definisi operasional variable-variabel.
5.
Pemilihan
atau pengembangan alat pengambilan data
6.
Penyusunan
rancangan penelitian
7.
Penentuan
sampel
8.
Pengumpulan
data
9.
Pengolahan
dan analisis data
10. Interprestasi hasil analisis
11. Penyusunan laporan.
1. Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah.
Masalah atau permasalahan ada kalau
ada kesenjangan (gap) antara das Sollen dan das Sein; ada perbedaan antara apa
yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan
dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan, dan sebagainya.
Masalah
yang harus dipecahkan atau dijawab melalui penelitian selalu ada tersedia dan
cukup banyak, tinggallah mengidentifikasikannya, memiliohnya, dan
merumuskannya. Walaupun demikian, agar
seorang ilmuan mempunyai mata yang cukup jeli untuk menemukan masalah tersebut,
dia harus cukup berlatih. Hal-hal yang
yang dat menjadi sumber masalah adalah : bacaan (terutama laporan hasil
penelitian), semiar/diskusi atau pertemuan ilmiah, pernyataan pemegang
otoritas, pengamatan sepintas,
pengalaman pribadi dan perasaan intuitif.
Pemilihan masalah sebaiknya disesuikan
dengan bidang ilmu yang sedang ada tekuni dan ldan perlu dipertimbangkan layak
dan tidaknya untuk diteliti. Kelayakan
ditinjau dari segi arah masalahnya, kemampuan meneliti, biaya yang tersedia,
waktu yang diperlukan, alat-alat dan perlengkapan yang tersedia, bekal
kemampuan tioritis dan penguasaan metode yang diperlukan,.
Perumusan masalah maslah hendaknya
dalam bentuk kalimat tanya, padat dan jelas, memberikan petunjuk tentang
mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan yang terkandung dalam
rumusan itu.
Misalnya :
Apakah obat A lebih baik dari obat B
Apakah ada perbedan antara bahan
pengawet A dengan pengawet B
Apakah ada hubungan antara jumlah
telur dalam feses dengan jumlah
cacing pada ususnya
2.
Penelaan Kepustakaan atau Tinjauan Kepustakaan
Setelah seorang peneliti telah menetapkan topik
penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan:
teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti
akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang
berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal,
majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber
lainnya yang sesuai (internet, koran dll). Keseluruhan upaya tersebut,
dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk penelitian.
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam
istilah oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka,
tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan
istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus
dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian.
Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun
secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti:
mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis
dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.
Studi kepustakaan mempunyai beberapa fungsi,
meliputi:
1.
Menyediakan kerangka
konsepsi atau teori untuk penelitian yang direncanakan.
2.
Menyediakan informasi
tentang penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan.
3.
Memberi rasa percaya diri
bagi peneliti, karena melalui kajian pustaka semua konstruksi yang berhubungan
dengan penelitian telah tersedia.
4.
Memberi informasi tentang
metode-metode, populasi dan sampel, instrumen, dan analisis data yang digunakan
pada penelitian yang dilakukan sebelumnya.
5.
Menyediakan temuan,
kesimpulan penelitian yang dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.
Studi kepustakaan dari sumbernya dibedakan menjadi
dua bagian yaitu: kepustakaan konseptual dan kepustakaan penelitian.
Kepustakaan konseptual meliputi konsep-konsep atau teori-teori yang ada pada
buku-buku dan artikel yang ditulis oleh
para ahli yang dalam penyampaiannya sangat ditentukan oleh ide-ide atau
pengalaman para ahli tersebut. Sebaliknya kepustakaan penelitian meliputi
laporan penelitian yang telah diterbitkan baik pada jurnal maupun majalah
ilmiah.
Bagi para pemula disarankan untuk
menggunakan studi kepustakaan yang berasal dari kepustakaan konseptual, untuk
lebih memudahkan dalam merangkum dan mengkategorikan teori, sesuai dengan kebutuhan pada saat akan
membuat kerangka konseptual.
Didasarkan pada hal tersebut di
atas, maka ada beberapa strategi dalam menyampaikan studi kepustakaan:
1.
Ungkapkan kajian pustaka
yang benar-benar terkait erat dengan variabel penelitian.
2.
Ungkapkan kajian pustaka
dengan urutan dari mulai paparan variabel bebas sampai dengan variabel terikat
atau ungkapkan dari variabel yang cakupannya umum dan luas ke arah variabel
yang spesifik. Tentu saja secara luas dan nampak saling menyapa antar paparan
variabel tersebut dan bukan merupakan kumpulan kutipan sehingga tidak menjadi
suatu pola pemikiran yang menyeluruh.
3.
Dapat diungkapkan hal-hal
yang berkaitan dengan karakteristik sampel dan demografinya, bila memang
dibutuhkan.
Penelaan kepustakaan tujuannya adalah mencari
teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan
landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Landasan itu per ditegakkan agar penelitian
itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba.
3. Kerangka Konsep
Penentuan
kerangka konseptual oleh peneliti akan sangat membantu dalam menentukan arah kebijakan dalam
pelaksanaan penelitian. Kerangka konseptual merupakan kerangka fikir mengenai
hubungan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian atau hubungan
antar konsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa
yang telah diuraikan pada studi kepustakaan.
Konsep
dalam hal ini adalah suatu abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan
menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh karena itu, konsep tidak dapat
diamati dan diukur secara langsung. Agar supaya konsep tersebut dapat diamati
dan diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan terlebih dahulu menjadi
variabel-variabel.
Dengan
adanya kerangka konseptual akan
bermanfaat bagi:
a. Minat
penelitian akan lebih terfokus ke dalam bentuk yang layak diuji dan akan memudahkan
penyusunan hipotesis.
b. Memudahkan
identifikasi fungsi variabel penelitian, baik sebagai variabel bebas,
tergantung, kendali, dan variabel lainnya.
Cara yang terbaik untuk mengembangkan kerangka konseptual
tentu saja harus memperkaya asumsi-asumsi dasar yang berasal dari bahan-bahan
referensi yang digunakan. Hal ini dapat diperkuat dengan mengadakan
amatan-amatan langsung pada lingkup area masalah yang akan dijadikan
penelitian. Dengan demikian kerangka konseptual yang dibuat merupakan paduan
yang harmonis antara hasil pemikiran dari konsep-konsep (deduksi) dan hasil
empirikal (induksi).
Pola
berpikir deduksi adalah proses logika yang berdasar dari kebenaran umum
mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan
kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri
sama dengan fenomena yang bersangkutan. Pola pikir induksi adalah proses logika
yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori.
Dengan kata lain induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau
hasil-hasil pengamatan yang terpisah menjadi suatu rangkuman hubungan atau
suatu generalisasi.
4.
Perumusan Hipotesis
Hipotesi penelitian adalah jawaban sementara terhadap
masalh penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Jadi hipotesis dianggap jawaban sementara
terhadap suatu permasalahan yang paling dianggap benar, karena hipotesis
merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari
penelaan kepustakaan.
Secara
teknis hipotesis merupakan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang
akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel
penelitian. Secara statistis, hipotesis
merupakan pernyataan keadaan parameter yang akan diuji melalui statistic
sample. Sedangkan hipotesis
Statistik merupakan dua pernyataan yang
harus diterima salah satunya yaitu : H0
adalah sesuatu yang menyatakan tidak ada
perbedaan atau tidak ada hubungan atau tidak ada ketergantungan dan lawanya
adakah adalah yang sebaliknya sesuatu yang menyatakan ada perbedaan atau ada hubungan atau ada ketergantungan. Dengan demikian hipotesis penelitian bisa
dipilih H0 atau H1 tergantung dari telahaan
perpustakaan yang mendukung. Kesimpulan terhadap uji hipotesis untuk menerima
atau menolak salah satunya dengan peluang tettentu. Peluang menerima H0 dinyatakan atau disingkat dengan P, jika peluang menerima H0 > 0,05, maka H0
diterima (P>0,05) berarti tidak ada perbedaan atau tidak
ada hubungan atau tidak ada ketergantungan antara variabel yang diteliti, sebaliknya jika peluang menerima H0
< 0,05, maka H0
ditolak (P<0,05) atau H1 yang
diterima, hal ini berarti ada perbedaan atau ada hubungan atau ada
ketergantunga yang nyata (P<0,05)
antara variabel yang diteliti. Jika peluang menerima H0< 0,01, hal ini berarti ada perbedaan atau ada
hubungan atau ketergantungan yang sangat
nyata (P<0,01) antara variabel atau peubah yang diteliti.
Hipotresis
penelitian hendaknya menyatakan pertautan antara dua variable atau lebih,
dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan, dirumuskan secara jelas
dan padat, dapat diuji artinya memungkinkan untuk mengumpulkan data guna
menguji kebenaran hipotesis tersebut.
Hipotesis penelitian dapat dirumuskan
melalui jalur:
1. Membaca
dan menelaah ulang (reviu) teori dan konsep-konsep yang membahas
variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.
2. Membaca
dan mereviu temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan
penelitian lewat berfikir induktif.
Penetapan hipotesis dalam
sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1.Memberikan
batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mensiagakan
peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang
begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai
alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa
koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai
panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Oleh
karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung
pada:
1. Pengamatan
yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2. Imajinasi
dan pemikiran kreativ dari si peneliti.
3. Kerangka
analisa yang digunakan oleh si peneliti.
4. Metode
dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti.
Perumusan
hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis
harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat
pertanyaan.
2. Hipotesis
berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel
penelitian.
3. Hipotesis
harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis
harus dapat diuji (testable).
Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel
penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar
variabel termaksud.
5. Hipotesis
harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
pengertian.
Beberapa
contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:
1. Pemberian
suplemtasi protein pada pakan babi dapat meningkatkan tambahan berat badan
selama penggemukan.
2. Jenis pengawet pada daging sapi berpengaruh
terhadap citarasanya selama penyimpanan pada suhu dingin.
3. Terdapat
hubungan antara jumlah telur cacing pada kotoran ayam dengan jumlah cacing pada
ususnya
4. Pemberian
kolestrum sapi pada anak babi yang baru lahir tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak babi
5. Penggantian
protein hewani dengan prortein nabati tidak berpenguruh terhadap perkembangan
anak.
Contoh Hipotesis 1, 2 dan 3
adalah hipotesis H1,
sedangan contoh hipotesis 4 dan 5 adalah Hipotesis Ho
Didasarkan pada paparan di
atas, maka tentu saja merumuskan hipotesis bukan pekerjaan mudah bagi peneliti.
Oleh karena itu seorang peneliti dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber
hipotesis. Untuk itu dipersyaratkan bagi peneliti harus:
1. Memiliki
banyak informasi tentang masalah yang akan dipecahkan dengan cara banyak
membaca literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan.
2. Memiliki
kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat, objek, dan hal-hal yang
berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3. Memiliki
kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain yang
sesuai dengan kerangka teori dan bidang ilmu yang bersangkutan.
Dari
beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggalian sumber-sumber
hipotesis dapat berasal dari:
1. Ilmu
pengetahuan dan pengertian yang mendalam yang berkaitan dengan fenomena.
2. Wawasan
dan pengertian yang mendalam tentang suatu fenomena.
3. Materi
bacaan dan literatur yang valid.
4. Pengalaman
individu sebagai suatu reaksi terhadap fenomena.
5. Data
empiris yang tersedia.
6. Analogi
atau kesamaan dan adakalanya menggunakan imajinasi yang berdasar pada fenomena.
Hambatan
atau kesulitan dalam merumuskan hipotesis lebih banyak disebabkan karena
hal-hal:
1. Tidak
adanya kerangka teori atau tidak ada pengetahuan tentang kerangka teori yang
jelas.
2. Kurangnya
kemampuan peneliti untuk menggunakan kerangka teori yang ada.
3. Gagal
berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk merumuskan kata-kata
dalam membuat hipotesis secara benar.
5. Jenis Penelitian
Jenis-jenis penelitian sangat beragam macamnya,
disesuaikan dengan cara pandang dan dasar keilmuan yang dimiliki oleh para
pakar dalam memberikan klasifikasi akan jenis penelitian yang diungkapkan.
Namun demikian, jenis penelitian secara umum dapat digolongkan sebagaimana yang
akan dipaparkan berikut ini.
A. Jenis Penelitian Menurut Pendekatan Analitik
Dilihat
dari pendekatan analisisnya, penelitian dibagi menjadi dua macam, yaitu:
penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.
1.. Jenis penelitian kuantitatif
Penelitian
dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal
(angka-angka) yang diolah dengan metoda statistik. Pada dasarnya pendekatan
kuantitatif dilakukan pada jenis penelitian inferensial dan menyandarkan
kesimpulan hasil penelitian pada suatu probabilitas kesalahan penolakan
hipotesis nihil. Dengan metoda kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan
kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya,
penelitian kuantitaif merupakan penelitian dengan jumlah sampel besar.
Bila
disederhanakan penelitian berdasarkan pendekatan kuantitatif secara mendalam
dibagi menjadi: penelitian deskriptif dan penelitian inferensial.
a. Penelitian deskriptif
Penelitian
deskriptif melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi, yaitu menganalisis
dan menyajikan data secara sistematik, sehingga dapat lebih mudah untuk
difahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara
sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai
bidang tertentu. Analisis yang sering digunakan adalah: analisis persentase dan
analisis kecenderungan. Analisis data hanya mencari ukuran pemusatan dan
penyebaran data dan siring disertai berbagai bentuk grafif. Kesimpulan yang
dihasilkan tidak bersifat umum. Jenis penelitian deskriptif yang cukup dikenal
adalah penelitian survei.
b. Penelitian inferensial
Penelitian inferensial melakukan analisis
hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis. Dengan demikian, kesimpulan
penelitian jauh melebihi sajian data kuantitatif saja, dan kesimpulannya
adakalanya bersifat umum. Pada penelitian
ini digunakan kaedah teori peluang dan teori sebaran dalam menganalisis data dan mengambil kesimpoulan
2. Jenis penelitian menurut pendekatan kualitatif
Penelitian
dengan pendekatan kualitatif pada umumnya menekankan analisis proses dari
proses berfikir secara deduktif dan induktif yang berkaitan dengan dinamika
hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah.
Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunakan dukungan dari data
kuantitatif, akan tetapi lebih ditekankan pada kedalaman berfikir formal dari
peneliti dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengembangkan
konsep sensitivitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang
berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory), dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih
dari fenomena yang dihadapi.
B. Jenis Penelitian Menurut Tujuan
Jenis
penelitian menurut tujuan terdiri dari:
1 Penelitian
Eksploratif
Jenis
penelitian eksploratif, adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan
atau memperkenalkan sesuatu yang baru.
Sesuatu yang baru itu dapat saja berupa pengelompokkan suatu gejala, fakta, dan
penyakit tertentu. Penelitian ini relatif
banyak memakan waktu dan biaya.
2 Penelitian
Pengembangan
Jenis
penelitian pengembangan bertujuan untuk mengembangkan aspek ilmu pengetahuan.
Misalnya: penelitian yang meneliti tentang pemanfaatan terapi gen untuk
penyakit-penyakit menurun.
3 Penelitian
Verifikatif
Jenis
penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu fenomena. Misalnya saja,
masyarakat mempercayai bahwa buah bengkudu mampu menyembuhkan luka. Fenomena
ini harus dibuktikan secara klinik dan farmakologik, apakah memang benar buah
bengkudu tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyembuhkan luka.
4.Penelitian Eksperimental
Adalah
suatu penelitian untuk menguji populasi hipotetik, yaitu suatu populasi yang
dibayangkan akan ada oleh si peneliti, suatu penelitian eksperimental selalu
dilakukan dalam kondisi dimana variabelnya dapat dikontrol atau diidentifikasi secara
jelas. Pengontrolan variabel
artinya, satu atau beberapa variabel
bebas atau tetap ditentukan dengan jelas, demikian juga satu atau beberapa
variabel tak bebas atau tergantuing dapat didefinisikan secara jelas.
Berdasarkan Teknik atau Cara melakulkan Penelitian. :
1.
Survey Research (Penelitian
Survei) :
Pada penelitian tidak melakukan perubahan
(tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti. Pendifinisian
operasional variabel sangat diperlukan, yaitu mana Variabel bebas, variabel
tergantung, variabel control, ataupun variabel pengganggu bila ada
2. Experimen Research (Penelitian Percobaan) :
Pada penelitian
ini dilakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti Pendifinisian
operasional variabel dikomdisikan sedemikian rupa, penentuan variabel cucup ketat. Variabel bebas dibuat dan dikondisikan
sedemikian rupa oleh peneliti, variabel
control dikondisikan persis sama antara perlakuan dan kontrol, variabel
tergantung diukur dengan alat yang tepat, variabel pengganggu diusahakan tidak ada. Kalau ada variable
pengganggu, maka harus dilakuklan pembelokan.
4.Studi
Kasus (Case Study).
Pada
penelitian ini dilakukan secara mendalam tentang suatu aspek pada indipidu atau
kelompol indipidu. Hasil penelitian ini
ada kemungkinan untuk merumuskan generalisasi bila popolasinya sangat homogen.
Generalisasi disangsikan kebenarannya bagi populasi yang luas, walaupun
culup homogen
C. Berdasarkan hasil yang diperoleh :
1.Basic
Research (Penelitian Dasar): mempunyai alasan intelektual, dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan.
2.Applied
Reseach (Penelitian Terapan) :
mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui; bertujuan agar
dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, efektif, efisien.
Penelitian.
(Bimbang
Laksana penawar utama, meskipun ia membakar segera timbul sembuh sempurna).
Penelitian dibatasi
sebagai suatu pengamatan khusus yang
dibuat untuk menegasi atau membuktikan keadaan dari sesuatu yang meragukan,
dibawah kondisi-kondisi khusus yang ditentukan oleh peneliti. Jadi merupakan
suatu tindakan atau kegiatan yang diselenggarakan dengan seksama dalam rangka
menemukan beberapa pengaruh yang tak diketahui, atau menguji
suatu kebenaran yang diketahui atau membayangkan suatu kebenaran yang
dipikirkan.
Mencoba atau Mengadakan Percobaan/Penelitian
adalah satu cara dalam mendapatkan keterangan (data) yang diperlukan
seseorang untuk mempemroleh pengetahuan baru.
Oleh karena itu suatu percobaan tidak diperlukan bilamana sesuatu yang
hendak diketahui itu, sebelumnya sudah cukup diketahui, kecuali ingn
membuktikan pada kondisi yang berbeda,
Rancangan Percobaan/Penelitian
(Kalau
saya sangsi sekalian itu tidak lain dari pada saya berpikir yang tidak dapat
disangsikan)
Merancang : dapat diartikan sebagai merencanakan,
memikirkan atau menimbang-nimbang apa yang hendak diperbuat, yang segala
sesuatunya diatur terlebih dahulu.
Rancangan adalah apa yang sudah
dirancangkan dipersiapkan, direncanakan atau diprogramkan.
Rancanag Percobaan/Penelitian : dapat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan berupa pemikiran dan tindakan yang
dipersiapkan secara kritis dan seksama mengenai berbagai aspek yang
dipertimbangkan dan sedapat mungkin diupayakan kelak dapat diselenggarakan
dalam suatu percobaan dalam rangka menemukan sesuatu pengetahuan baru. Semua pemikiran, perkiraan, pedoman dan
rencana itu dituangkan dalam suatu Rancangan Percobaan, yang seharusnya dibuat
sebelum percobaan dilakukan.
Rancangan
Percobaan/Penelitian yang baik adalah
yang efektif, terkelola dan efesien serta dapat dipantau, dikendalikan dan
dievaluasi. Pengertian efektif adalah berkaitan dengan
kemampuan mencapai tujuan, sasaran dan kegunaan yang direncanakan atau
digariskan. Terkelola adalah berkenaan
dengan kenyataan adanya berbagai keterbatasan atau kendala yang terdapat dalam
pelaksanaan percobaan maupun dalam menganalisis data. Sedangkan efesien adalah bersangkut-paut dengan pengrasionalan dalam penggunaan sumber daya, dana dan waktu dalam memperoleh
keterangan dari percobaan.
1.1.
Populasi
Obyek.
(Apa yang kita lihat atau yang kita rasakan, bahkan
yang kita bayangkan berasal dari yang Esa, maka
membedakan bagian yang Esa itu
sesungguhnya hanya merupakan
semesta pembicaraan saja)
Kita
membedakan adanya dua macam populasi obyek, yaitu populasi Konkrit atau populasi Definitif
dan populasi Hipotetik.
Populasi konkrit atau definitif adalah pupolasi yang dapat dikenali
secara nyata sebelum penelitian dimulai, seperti misalnya populasi sapi Bali
Jantan di pulau Bali, pupolasi ayam Broler di daerah tertentu. Ukuran populasinya bisa terhingga bisa juga
tak hingga. Anggota populasi dapat
dikenali atau didaftarkan, sehingga krangka percobaan dapat dirumuskan.
Sedangkan
populasi hipotetik adalah tidak konkrit, populasi ini merupakan ciptaan yang dikhayalkan
atau dibayangkan oleh peneliti sebagai
obyek-obyek dengan kondisi tertentu, yaitu identik dengan satuan-satuan
percobaan yang akan digunakan dalam percobaan atau identik pula dengan
perlakuan yang dihipotesiskan berbeda dengan perlakuan lain. Oleh karena itu, meskipun satuan satuan
percobaan yang digunakan untuk percobaan dianggap suatu contoh yang mewakili
populasi hipotetik yang dibayangklan ada.
Populasi
hipotetik biasanya dianggap sebagai populasi tak-hingga. Kekeliruan dalam menentukan conth obyek yang
dijadikan sebagai bahan percobaan , sehingga tidak dapat dianggap mewakili
populasi atau populasi sasaran yang hendak dikaji dinamakan kekeliruan material.
Satuan
percobaan ialah satuan obyek atau satuan amatan yang dijadikan sebagai landasan
alam analisis data. Dalam percobaan
terhadap tiap satuan percobaan yang digunakan untuk dialokasikan satu dan hanya
satu macam perlakuan (tunggal atau kombinasi) saja. Satuan percobaan biasanya diperletakkan atau
diatur menurut bentuk atau ukuran yang dimiliki Apa bentuk dan ukuran satuan percobaan
adalah tergantung pada bagaimana peneliti ingin memandang populasi obyek bahan
percobaan.
II. PEUBAH ATAU VARIABEL (VARIABLE)
(Sebagai mahkluk yang pandai
berpikir, manusia itu mendapat sesempatan mengetahui yang terjadi di alam,
malahan iapun mendapat kesempatan bertindak mengadapi kejadian dalam alam
itu. Kalau tidak demikian pastilah pula
tiada mungkin timbul dalam pikiran manusia keasyatan mencari kebenaran)
2.1. Jenis-jenis Peubah/Variabel.
Peubah/Variabel
Bebas atau Peubah Tetap adalah
: sejumlah gejala atau faktor atau unsure yang menentukan atau mempemgaruhi ada
atau munculnya gejala tau respons penelitian. Variabel ini dapat diubah atau
dibuat secara bebas oleh peneliti,
Peubah ini pada pelaksanaan percobaan atau penelitian disebut perlakuan
atau faktor.
Peubah Tak-bebas atau Peubah Terikat
adalah : respons suatu penelitian atau percobaan yaitu sejumlah gejala atau
respons yang muncul karena adanya peubah bebas.
Misalnya perbedaan berat badan
ayam Broiler akibat diberikan jenis pakan yang berbeda. Jadi : Peubah bebasnya Jenis Pakan dan Peuban terikatnya adalah berat badan.
Peubah Kontrol (Controle Variable) adalah
: sejumlah gejala atau faktor atau unsure yang dengan sengaja dikendalikan,
atau disamakan agar tidak mengganggu atau mempengaruhi peubah bebas atau pebah
terikat. Dengan dikendalikan pengaruhnya
berarti peubah ini tidak ikut menentukan ada tidaknya atau muncul tidaknya
respon hasil penelitian. Jadi dapat
diharapkan peubah terikat yang muncul adalah murni akibat dari peubah bebas
atau perlakuan. Misalnya pada percobaan
ayam Broiler dengan jenis pakan yang berbeda, maka strain ayam, jenis
kelaminnya dan kandangnya harus sama, jadi strain, jenis kelamin dan kandang
ayam disebut peubah Kontrol. Peubah ini selama penelitian dipertahankan tetap
atau tidak berubah.
Peubah Sampingan atau Peubah Antara
(Intervining Variable) adalah :
sejumlah gejala yang didak dapat dikontrol, akan tetapi dapat diperhitungkan
pengaruhnya terhadap terhadap peubah terikat atau respons hasil
penelitian. Oleh karena peubah ini
berpengaruh terhadap peubah bebas, maka akan menyebabkan peubah terikat yang
muncul tidak murni akibat peubah bebas, sehingga perlu diketahui seberapa besar
pengaruh peubah ini. Salah satu cara
untuk memperhitungkan pengaruhnya adalah dengan melakukan pembelokan atau
pengelompokan. Misalnya : bila kita
ingan meneliti semua jenis kelamin ayam broiler kita harus mengelompokkan
jantan dan betina, jadi Jenis kelamin bukan lagi merukan peubah Kontrol melainkan sudah dijadikan peubah Antara.
Peubah Galat atau Peubah Ektrane (Extranius Variable) adalah :
sejumlah gejala yang didak dapat dikontrol dan tidak dapat pula diperhitungkan
pengaruhnya ataupun dieleminir pengaruhnya terhadap peubah bebas dan atau
peubah terikat, peubah ini mungkin bersumer dari kondisi sample dan mungkin
pula berada diluar sample. Peubah ini
akan muncul pada saat penelitian berlangsung, peubah ini akan mempengaruhi
ketelitian penelitian. Adanya peubah ini
dapat dilihat pada besarnya kuadarat tengan galat, makin besar kuadrat tengan galat berarti
peubah ini makin besar pengaruhnya.
Rancangan
Percobaan berkenaan dengan teknik-teknik
dalam mengatasi dan mengendalikan keragaman/peubah-peubah yang mengganggu
pengaruh sebenarnya dari perlakuan atau factor yang kita teliti atau tetapkan
disebut Rancangan Lingkungan
(Enviromental Design).
Agar pengaruh perlakuan itu terlihat dengan jelas maka
keragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan bahan percobaan hendaknya
jangan sampai mengaburkan atau mengacaukan
penampilan pengaruh perlakuan tadi. Oleh karena itu, keragaman respons
yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan
dan keadaan bahan percobaan yang digunakan perlu diperhitungkan atau
disingkirkan atau diawasi, sehingga hingarnya terhadap pengaruh perlakuan dapat
ditekan sampai sekecil –kecilnya.
2.1. Peubah Kualitatif dan Kuanditatif
Sebagai suatu peubah bebas atau peubah terikat atau suatu
faktor, dapat digolongkan sebagai faktor kualitatif dan faktor
kuanditatif. Faktor kualitatif terdiri
atas taraf-taraf berskala penilaian nominal
atau taraf-traf yang sebenarnya dapat dipandang sebagai nilai-nilai
tertentu peubag khusus yang berkepekatan kontinu, tetapi tidak memberikan suatu
tataan bermakna. Sedangkan faktor kuanditatif berskala ukuran ordinal, interval
atau rasional.
Faktor
kuanditatif dengan taraf-taraf tertentu dapat dipandang sebagai nilai-nilai
peubah berkepekatan kontinu, dinamakan sebagai faktor regresi, tidak setiap faktor berskala ordinal
dimasukkan kedalam faktor kuanditatif, ada kalanya diperlakukan sebagai faktor
kualitatif. Faktor jenis kelamin ternak
yang terdiri dari jantan, betina dan kebirian adalah suatu factor kualitatif,
sedangkan dosis pemberian obat dengan taraf-taraf 0, 5, 10 dan 15 ml merupakan
faktor kuanditatif.
Jarak
antara taraf terendah dengan taraf tertinggi suatu factor bergradien dari
peubah bebas dinamakan rentang perhatian
(range of interest). Meskipun dalam
rentang tersebut hanya ditentukan t taraf efektif saja, peneliti berminat
untuk mengkaji pengaruh factor tersebut dalam kotinum sebatas rentang perhatian
yang telah ditentukan, dengan perkataan lain inferensi dimaksudkan untuk
memungkinkan dipergunakan suatu intra
polasi. Tetapi tidak untuk melakukan
ekstra polasi. Karena ini sudah diluar rentang perhatian
yang telah ditentukan dan sudah tidak menjamin keterandalan data hasil
percobaan.
Jarak
antara dua taraf beururutan dalam suatu tataan bermakna faktor bergradien
dinamakan jarak antar taraf. Dalam suatu rancangan perlakuan,
jarak-jarak antar taraf ini mungkin
seragam atau mungkin tak seragam.
Faktor dengan jarak-jarak antar taraf seragam dinamakan juga sebagai
faktor dengan taraf -taraf berjarak sama, sedangkan yang tak seragam disebut berjarak tak sama.
Dosis
pemberian obat mempunyai taraf berjarak sama, misalnya 0, 5, 10
dan 15 ml, sedangkan yang berjarak tak sama misalnya 0, 6,
8, 9 dan 10 ml.
Faktor
kualitatif tidak mengenal konsep jarak antar taraf, sedangkan jarak antar taraf
berurutan faktor yang berskala penilaian ordinal yang tak terukur tetap.
2.3.
Skala Pengukuran Peubah Respons.
Kita
mengenal 4 skala yang dapat digunakan untuk mengukur fakta sebagai sebagai sumber data adalah sebagai berikut :
1.
Skala Nominal.
Skala
nominal adalah pengukuran yang paling rendah tingkatannya, ini terjadi apabila
bilangan atau lambang-lambang lain digunakan untuk mengklasifikasikan obyek,
orang, hewan atau benda-benda lain.
Apabila bilangan atau lambing-lambang yang lain digunakan untuk
mengidentifikasikan kelompok dimana beberapa obyek dapat dimasukkan kedalamnya,
maka bilangan atau lambing-lambang itu membentuk suatu skala nominal
(klasifikasi).
Sebagai
contoh, misalnya kita mengolongkan ternak dalam hgimpunan ternak besar, ternak
kecil, ternak unggas dan aneka ternak.
Demikian pula penggolongan ternak setelah diobati menjadi mati dan
sembuh.
Dalam hal ini skala untuk pengukuran
peubah jenis ternak terdiri dari 4 titik, sedangklan kesembuhan terdiri dari 2
titik. Titik skala dinamakan kelas atau katagori.
2.
Skala Ordinal (Ranking).
Skala ordinal terjadi bila obyek yang ada dalam suatu katagori suatu
skala tidak hanya berbeda dengan
obyek-obyek itu, tetapi juga mempunyai hubungan satu dengan yang lain, Hubungan yang biasa kita jumpai diantaranya
kelas-kelas adalah : lebih tinggi, lebih disenangi, lebih sering, lebih sulit,
lebih dewasa dan sebagainya.
Pengukuran yang dilakukan dalam skala
ordinal adalah obyek dibedakan menurut persamaannya dan menurut urutannya. Jadi dapat dibuat urutan atau ranking yang
lengkap dan teratur diantara kelas-kelas..
Sebagai contoh kejadian suatu penyakit pada ternak babi yaitu sering
sekali, sering, kadang-kadang dan tidak pernah.
3.
Skala Interval.
Pengukuran
dalam skala interval lebih kuat daripada skala ordinal, sebab pengukuran
dicapai disamping berdasarkan persamaan dan urutannya, juga diperhitungkan
jarak (interval( antara dua kelas yang berbeda.
Skala
interval mempunyai ciri dengan unit pengukuran yang sama dan kostan yang
memberi suatu bilangan nyata untuk
setiap pasangan obyek-obyek dalam himpunan berurutan. Dalam pengukuran semacam ini perbandingan
antara interval sembarang adalah independent dengan unit pengukuran, dan skala
interval mempunyai titik nol.
Sebagai
contoh skala interval adalah suhu, misalnya pengukuran suhu dengan skala Celcius dan Fahrenheit, kedua
pengukuran suhu ini mempunyai titik nol dan unit pengukuran yang berbeda, namun keduanya memberikan
informasi yang sama. demikian juga persentase (0 – 100%). Semua skala ordinal yang mempunyai titik nol
dan unit pengukuran sembarang, denga range lebih besar atau sama dengan 5 bisa
dimasukkan kedalam skala interval.
4.
Skala Rasional
Skala rasional suatu skala disampimg mempunyai sifat
seperti skala interval, ditambah lagi sifat lain yaitu titik nolnya
tertentu. Dalam skala rasional,
perbandingan dua titik skala sembarang adalah independent dengan unut
pengukuran. Contoh skala rasional
adalah skala untuk pengukuran berat, panjang, isi (volume), termasuk juga
banyaknya orang atau banyaknya ternak da sebagainya.
..III.
MERANCANG PENELITIAN
(Tidak ada sesuatu yang terjadi
dengan sendirinya, tiap-tiap sesuatu yang terjadi pasti ada penyebabnya)
Perlakuan adalah suatu pengkondisian atau kondisi untuk atau
dari satuan dan/atau bahan penelitian.
Jadi perlakuan bisa merupakan karater dari suatu bahan penelitian atau
sering disebut perlakuan karateristik, misalnya
jenis kelamin, umur, dan sebagainya, dan bisa juga suatu kondisi yang dibuat
atau dihipotesiskan oleh peneliti atau sering disebut perlakuan hipotetik.
Perlakuan hipotetik dibuat untuk mencari penyebab dari sesuatu yang
terjadi.
Perlakuan
yang akan dicobakan atau diteliti dalam penelitian seharusnya ditentukan dari
tujuan, sasaran dan kegunaan yang hendak dicapai dari pengujian pilihan
pemecahan masalah melalui metode percabaan.
Merancang
suatu penelitian bila hanya terdiri dari dua perlakuan maka dapat diperhatikan
dari homogenetas sampel yang digunakan, ada tidaknya peubah penggangu dan cara
melakukan penelitian. Bila sample cukup
homogen dan tidak ada peubah pengganggu maka digunakan rancangan penelitian tidak berpasangan. Sebaliknya jika sample tidak homogen dan
peubah pengganggu dapat terdefinisikan
maka digunakan rancangan
penelitian berpasangan. Kedua
rancangan ini tentu cara melakukan penelitiannya berbedam sehingga derat
bebasnya juga berbeda.
Meranrancang
suatu perlakuan berdasarkan kondisi materi percobahan atau homogenitas sampel
dan ada tidaknya peubah antara/penggangu
dan juga banyaknya peubah pengganggu disebut Rancangan Lingkungan. Rancangan
Lingkungan dengan materi homogen atau tidak ada peubah pengganggu disebut Rancangan Acak Lengkap (RAL), bila ada
satu peubah penggangu disebut Rancangan
Acak Kelompok (RAK), bila ada dua peubah antara disebut Rancangan Bujur Sangkar Latin(RBSL) dan
bila ada tiga peubah pengganggu disebut Rancangan
Bujur Sangkar Griko Latin (BSGL).
Sedangkan merancang suatu
perlakuan berdasarkan strategi melakukan
percobaan atau cara melakukan percobaan disebut Rancangan Perlakuan (Treament Design). Dalam merancang suatu perlakuan dikenal tiga
yaitu cara kombinasi, berjanjang dan tersarang, cara ini dalam rancangan
perlakuan disebut pula pola yaitu Pola
Faktorial untuk yang kombinasi, Pola Spit-plot atau Split-time untuk yang berjenjang dan Pola Tersarang untuk yang
tersarang. Disamping itu merancang suatu
percobaan berdasarkan pula hasil yng ingin dicapai, merancang seperti ini
disebut Rancangan Respon, rancangan
renpon penting dalam menentukan rentang perhatian suatu perlakuan yang bersifat
kuantitatif, sebab rentang perhatian ini sangat menentukan respons yang akan
terjadi.
Jadi Rancangan Percobaan (Experiment Design) terdiri dari Rancanag
Lingkungan, Rancanan Perlakuan dan Rancangan Respons, rancangan percobaan harus
dibuat sebelum melakukan suatu percobaan.
3.1. Model Tetap dan
Model Acak.
Penentuan suatu faktor apakah termasuk
model tetap atau model acak sangat berkaitan atau tergantung dari penguasaan
bidang ilmu yang sedang diteliti. Namun demikian pengetahuan tentang
klassifikasi model tetap dan model acak sangat penting untuk memberikan
gambaran kepada para peneliti sehingga dapat memberikan keseragaman definisi
dan persepsi.
1.
Model Tetap.
Percobaan yang perlakuannya atau taraf
faktornya ditetapkan sebelum penelitian oleh peneliti, dalam hal ini peneliti
tentunya mempunyai suatu alasan berdasarkan bidang ilmunya menetapkan bahwa,
taraf-taraf faktor tersebut mempunyai suatu ciri tertentu yang dapat membedakan
dengan taraf yang lain. Jadi tiap taraf dapat mewakili populasi yang
dihipotesiskan atau dibayangkan ada.
Sebagai teladan, penelitian pengaruh
pejantan sapi Bali terhadap berat lahir anak
dari induk yang dikawini. Misalnya digunakan 4 ekor pejantan yang masing-masing
dikawinkan dengan 5 ekor sapi betina yang seragam, maka faktor pejantan bisa
model tetap bisa juga model acak.
Pejantan sapi Bali
dikatakan model tetap, jika tiap-tiap pejantan dapat diidentifikasi mempunyai
ciri-ciri tertentu yang dapat ditetapkan oleh peneliti sebelum penelitian
dilakukan. Misalnya pejantan pertama umur 2 tahun, pejantan kedua umur 2,5
tahun,pejantan ketiga umur 3 tahun dan pejantan keempat umur 3,5 tahun. Bisa
juga diidentifikasi berdasarkan bobot tubuhnya pada umur yang sama, misalkan
bobotnya masing-masing 250, 300, 350,
dan 400 kg. jadi tiap-tiap pejantan
dapat mewakili himpunan populasi yang dihipotesiskan atau dibayangkan oleh
peneliti.
Sebaliknya pejantan sapi Bali dikatakan model acak, jika peneliti tidak menetapkan
ciri-ciri tertentu dari pejantan yang digunakan sebelum penelitian dilakukan.
Peneliti menambil 4 ekor pejantan
secara acak dari suatu populasi sapi jantan. Jadi, tiap pejantan tidak dapat
mewakili suatu populasi hipotetik, melainkan mewakili populasi sapi jantan.
Dalam penelitian ini peneliti ingin menguji apakah ada variasi dari pejantan
dalam memberikan berat lahir anak sapi dari induk yang dikawininya. Kesimpulan
ditunjukkan kepada populasi pejantan, bukan himpunan dari sapi jantan dengan
ciri tertentu.
Pada model tetap, peneliti sebenarnya
telah mendefinisikan T=t populasi
inferensinya, dalam hal ini dibayangkan ada T=t populasi. Secara
statistika suatu faktor model tetap dicirikan sebagai berikut. Misalkan αi (i=1,2,3,…..t) melambangkan pengaruh tetap taraf ke-I
factor A. Karena αi dianggap konstan, maka E(αi)= αi, yaitu rataan sebenarnya αi.
2.
Model Acak.
Seperti teladan pada model tetap suatu
faktor termasuk dalam model acak, jika peneliti mengambil t taraf dari suatu factor (t<T)
yang akan diteliti sebagai suatu contoh berukuran t yang representative,
digunakan untuk mewakili populasinya (T). Jadi inferensi tidak dimaksudkan
untuk t taraf dari factor yang diteliti.
Dalam
pengertian statistika , suatu faktor model acak dicirikan sebagai berikut. Misalkan Ai
(I,1, 2, 3,……..,t) melambangkan pengaruh acak taraf ke-I faktor A,
rataan sebenarnya Ai=E(Ai)=0,
untuk semua I, karena Ai
dianggap sebagai peubah acak.
Pengulangan untuk memperoleh t
taraf faktor A mengandung unsur
ketakpastian. Keragaman timbul bukan
karena keragaman nilai-nilai Ai,
tetapi juga oleh keragaman contoh-contoh berukuran t berdasarkan penarikan
dengan pemilihan. Dalam pengujian
hipotesis model acak ditunjukkan kepada
variasi antar taraf yang diteliti, bukan perbedaan anta taraf yang diteliti,
dengan kata lain uji-uji lanjutan antar taraf ke-I tidak diperlukan lagi.
Dalam
percobaan yang melibatkan lebih dari satu factor, baik klasifikasi silang,
tersaranr maupun berjanjang yang salah satu faktornya factor tetap dan faktor
yang lain faktor acak disebut model campuran.
3.2.
Azas-azas Perancangan Percobaan.
Pengulangan
(replication), pengacakan(randomization) dan penendalan setempat (Local
controle) merupakan asas pokok dalam perancanan percoaan. Sedangkan keortogonalan ,
pemautan(confounding) dan keefisienan merupakan asas tambahan.
- Pengulagan diperlukan untuk memungkinkan memperoleh suatu dugaanbagi ragam galat percobaan. Ragam galat percobaan adalah suatu dasar pengukuran yang diperlukan dalam penelitian bedabeda teramati dari data respons percobaan, dan diperlukan juga dalam menentukan lebar selang kepercayaan sustu dugaan.
- Pengulangan diperlukan untuk mengasilkan suatu dugaan yang lebih tepat (cermat) untuk ragam galat percobaan.
- Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk ragam dari suatu rataan atau beda antara dua rataan. Hal ini disebabkan karena makin kecil ragam galat suatu percobaan, maka makin tinggi ketelitian percobaan itu. Ragam galat semakin kecil dengan bertambah banyaknya ulangan.
- Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk suatu ragam rataan contoh atau beda antara dua rataan contoh.
3.3.
Banyaknya Ulangan.
Berapa
banyaknya ulangan untuk tiap perlakuan yang harus dipertimbangkan agar
diperoleh suatu dugaan yang cukup dekat (teliti) disekitar suatu parameternya,
merupakan pertanyaan wajar yang banyak ditanyakan oleh para peneliti, dalam
menerapkan statistika sebagai suatu alat analisis. Pertanyaan tersebut tidak mudah dijawab secara
lugas, karena ada hal-hal yang harus dipahami dalam menggunakan rumus atau
kaedah yang ada.
Misalnya
parameter pupolasi yang hendak diduga ialah µ, dengan dugaan tak bias
adalah ωi. Sebagai suatu statistik, ωi bukanlah suatu kontanta, nilainya dapat
beragam dari suatu contoh ke contoh acak
lainnya yang mungkin terseleksi
dari satu percobaan.
Umumnya ragam ωi adalah Var(ωi) = (1/ri)тi2,
disini ri adalah banyaknya
ulangan untuk memperoleh ωi dan тi2 adalah ragam
populasi ke-i. Dalam sustu percobaan
biasanya diuji lebih dari satu macan perlakuan, misalnya t macam perlakua. Apabila
didalam suatu percobaan ragam masing-masing perlakuan dianggap seragam, maka : т12 = т22 = …………тt2 = тi2 , katakanlah
setiap perlakuan ulangannya sama yaitu sebanyak r. Selanjutnya, apabila
sebaran datanya normal dengan rataan µi
dan ragamnya sama yaitu : (тi2/r) maka peluang 1-α untuk penduga selang µi
adalah :
P[ωi
– Zα/2√(тi2/r) ≤ µI ≤ ωi – Zα/2√(тi2/r)]
= 1- α. Jika lebar rentangan sebesar R, maka R = 2 Zα/2√(тi2/r). Pengkuadratan hubungan yang terakhir menghasilkan R2 = 4 (Zα/2)2(тi2/r)
sehingga : r = 4(Zα/2)2(тi/R)2
Untuk memperoleh suatu dugaan yang
teliti bagi µi dalam suatu selang kepercayaan yang dikendaki,
1- α kiki harus menentukan besar penyimpangan
dugaan itu kekiri atau kekanan parameter yang hendak diduga. Dengan kata lain kita harus menentukan nilai
mutlak untuk R. Misalnya rentang yang
ditentukan R = 2 dan ragamnya тi2
= 4, dan berdasarkan table Z, Zα/2 = 1,96 (taraf signifikansi
0,05 atau selang kepercayaan 0,95), maka :
r
= 4(Zα/2)2(тi/R)2
= 4(1,96)2(4/4) = 15,37 Jadi banyaknya ulangan
yang diperlukan dengan ketentuan diatas
adalah sebanyak 16 satuan atau buah.
Tetapi dalam kenyataannya R dan т2
jarang atau sulit ditentukan.
Untuk percobaan membandingkan dua perlakuan, banyaknya
ulangan dicari dengan respek terhadap deda sebenarnya antara rataan dari dua
perlakuan, yaitu : δ = µ1 - µ2., Besarnya nilai δ diduga dengan d = ŷ1
– ŷ2.
Jika varian kedua perlakuan ini sama
yaitu sebesar тi2/r dan
datanya menyebar normal, maka ragam gabungan dari kedua perlakuan tersebut
adalah 2тi2/r, sehingga jika beda sebenarnya yang
diinginkan darim kedua perlakuan tersebut adalah B, maka pada taraf
signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut :
(ŷ1 – ŷ2)/(2тi2/r)1/2
= Zα/2
B/(2тi2/r)1/2
= Zα/2
B=(2тi2/r)1/2
(Zα/2)
r
= [2(Zα/2)2тi2]/B2
Misalkan varians atau keragaman (тi) dari suatu peubah
respons diketahui sebesar 4 satruan dan beda yang diinginkan antara dua
perlakuan tidak lebih dari 1,5 satuan, dengan tingkat kepercayaan 95%, maka
diperlukan sampel sebanyak : r = [2(Zα/2)2тi2]/B
= [2(1,96) 24]/(1,52) = 13.66.
Jadi diperlukan 14 buah sampel, dari
rumus diatas terlihat bahwa semakin besar keragaman atau semakin beragam respon
maka semakin banyak jumlah sampel yang diperlukan, dan sebaliknya semakin besar
beda yang diinginkan untuk menyatakan perbedaan populasi hipotetik, maka
semakin sedikit diperlukan sampel.
Dalam
banyak keadaan, biasanya тi2
tidak diketahui dan dalam percobaan diduga dengan S2 (kuadrat tengah Galat),
dengan keadaan ini artinya kita menggunakan informasi percobaan dalam
memperhitungkan kembali banyaknya ulangan yang seharusnya diperlukan, apabila
percobaan sewrupa dalam kondisi-kondisi yang sama dilakukan.
Ada suatu kaedah yang
cukup terkenal dalam menentukan banyaknya ulangan berdasarkan derat bebas
penduga тi2 (S2), yaitu bahwa banyaknya
ulangan yang dianggap cukup, ditentukan dari n – p ≥ 15. Untuk rancangan
acak lengkap n – p adalah n – p = t(r-1), sehingga hubungan yang
dipergunakan dalam menentukan banyaknya ulangan adalah : t(r-1) ≥ 15, disini t = banyaknya perlakuan dan r banyaknya ulangan
yang dicari). Untuk Rancangan Acak
Kelompok n – p = (t – 1)(b – 1) dalam
RAK Subsampling tb(r-1), disini b adalh jumlah kelompok dalam RAK.
Dasar
kaedah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, penduga bagi тi2 yaitu S2 secara umum ditentukan :
S2
= (Jumlah Kuadrat Galat)/(Derat
Bebas Galat) = JKG/(DBG = JKG/(n – p
Dari rumus diatas dapat dipikirkan
bahwa nilai ragam sisaan atau galat percobaan akan kecil apabila jumlah kuadrat
galat mendekati nol dan/atau derajat bebas galat semakin besar. Jumlah kuadrat galat akan sama dengan nol
jika Yij seragam nilainya untuk semua pengamatan ke- ij. Hal ini adalah suatu hal yang amat langka terjadi
dalam suatu percobaan. Jika
diperhatikan dari rumus diatas, JK Galat sebagai suatu konstanta yang besarnya
misalnya ditentukan sma dengan 2, maka yang dapat diubah adalah derajat bebas
galat, jadi besarnya 2/(n-p) dapat
dianggap sebagai suatu factor pengganda yang dikendaki dekat dengan nol untuk
memperoleh S2 yang
kecil.
Berapa nilai 2/(n-p) yang dianggap
cukup tergantung dari ketelitian yang diharapkan. Misalnya, berikut ini
dicantumkan beberapa nilai DB galat sebagai berikut :
DB
|
2
|
4
|
8
|
10
|
16
|
20
|
40
|
100
|
2/DB
|
1,0
|
0,5
|
0,25
|
0,20
|
0,125
|
0,100
|
0,05
|
0,02
|
Dari daftar diatas dapat diamati bahwa
perbedaan nilai 2/DB dari DB=16 ke DB=20 kecil sekali, jika dibandingkan
perbedaan DB=10 ke DB=16, yaitu : 0,025 berbanding 0,075. Perubahannya semakin kecil bila DB semakin
besar, jadi DB≥16 dianggap cukup baik, karena perubahannya sudah cukup kecil.
Dalam percobaan yang berhubungan
dengan persentase atau peluang suatu kejadian atau prevalensi, jika peluang
terjadinya suatu kejadian diketahui, maka berdasarkan sebaran Binom dari n kejadian yang diinginkan terjadi
atau diharapkan muncul, maka kemungkinan kejadian x akan terjadi, jika peluang atau prevalensi timbulnya kejadian
sebesar p adalah (nx)px(1-
p)n-x ,. Jika kita tidak
menginginkan tidak mendapatkan kejadian x
atau kemungkinan tidak terjadinya x atau
x=0 diinginkan sangat kecil, yaitu
sebesar α, maka :
(nx)px(1-
p)n-x = α
(n0)p0(1-
p)n-0 = α
(1- p)n= α
Log(1-
p)n= Log α
n = (Log)/Log(1- p)
Misalkan diketahui peluang terjadinya
suatu kejadian sebasar 0,40, maka dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% diperlukan sample untuk bias dipercayai bahwa
kejadian itu akan ditemukan/terjadi adalah :
n = (Log 0,05)/Log (1 - 0,40) =
-1,30103/-0,22185 = 5, 86
Jadi minimum jumlah unit penel;itian
yang digunakan sebanyak 6 buah.
Berdasarkan
Sebaran Binom diketahui bahwa rataan
np dan ragamnya np(1- p), maka jika dugaan yang diinginkan dari p maksimum
menyimpang sebesar b maka :
b = Zα/2
n
= p(1- p)[( Zα/2)/b]2
Jadi jumlah sample yang digunakan
untuk menduga peluang atau prevalensi suatu kejadian pada contoh diatas pada
taraf signifikansi 5% dan jika maksimum penyimpangan yang diinginkan tidak lebih
dari 0,08 adalah :
n = p(1- p)[( Zα/2)/b]2
n = 0,40(1- 0,40)[(1,96)/0,08]2
n = 144,08
Jadi jumlah sample minimum diperlukan
sebanyak 145 buah
3.4.
Pengacakan (Randomization)
Jika
ada n buah satuan percobaan dipergunakan untuk percobaan dengan 2 perlakuan
dengan ulangan n1 dan
n2 di mana n1 + n2 = n,
katakanlah misalnya n1 = n2, Maka timbul suatu pertanyaa apakah perbedaan
respons hasil penelitian disebabkan karena perbedaan/akibat perlakuan, tentu
jawaban yang diinginkan adalah Ya!.
Tetapi mungkin tidak, karena ada sebab lain yaitu karena kebetulan
sample n1 dipilih
yang lebih baik dari n2,
atau karena sebab lainnya.
Setiap
peneliti yang berhati-hati akan berusaha untuk mengelakkan pengaruh bukan
karena perlakuan dengan berbagai cara, namun bahan percobaan dapat memiliki
perbadaan cirri-ciri yang tidak
dikendalikan dari penampilan cirri luarnya saja. Jadi cara yang ampoh dan adil pengendalian pengaruh
yang tidak dikenal adalah dengan cara acak.
Dalam
melakukan percobaan ada beberapa situasi dimana kita melakukan pengacakan, di
antaranya :
1.
Penarikan
contoh acak untuk menetapkan obyek-obyek amatan. Suatu contoh acak terdiri atas n unsure ditarik dari suatu populasi kongkrit
berukuran N yang terhingga. Misalnya
dalam rangka memilioh anak contoh dari suatu satuan percobaan.
2.
Penetapan
ukuran acak obyek-obyek untuk dilakukan proses percobaan, pengujian,
pengamatan, atau pengidenfikasian karateristik atau kandungan bahan
tertentu. Dalam hal ini 1,2,………,n
3.
Pengalokasian
acak t macam perlakuan terhadap suatu gugus satuan percobaan berukuran b≥t
satuan percobaan (b kelompok besar satuan percobaan)
Pengendalian
Setempat (Local Controle).
Semakin
kecil simpangan baku
beda antara dua rataan perlakuan, maka akan makin oeka pula pengujian yang kita
dapat lakukan terhadap ada tidaknya perbedaan antara perlakuan yang
dibandingkan. Ragam-ragam galat
percobaan untuk masing-masing perlakuan selain dapat diperkecil dengan
memperbanyak ulangan (n), dapat pula
diperkecil dengan menggunakan
satuan-satuan percobaan yang lebih seragam, pemilihan rancangan yang tepat atau
memilih bentuk serta ukuran satuan percobaan yang optimal.
Cara-cara
penyeragamkan bahan percobaan mempunyai batas yang ditentukan oleh factor
fasilitas dan ekonomi. Pada suatu ketika
usaha penyeleragamkan itu akan mencapai ongkos diluar ambang anggapan
percobaan. Bahkan, walaupun batas yang
ditentuklan oleh factor ekonomi ini
dapat dibatasi, masih ada factor lain yang patut dipertimbangkan.
Penyeragam
tidak dapat dijalankan sampai terlalu sempurna, karena apabila kita umpamanya
mengadakan percobaan dengan bahan percobaan yang sangat homogen dan pada
keadaan lingkungan yang sangat terkendali, maka hasil-hasil percobaan tersebut
hanya akan berlaku bagi keadaan-keadaan percobaan yang khusus dipilih
tadi. Daerah pengambilan kesimpulan (generalisasi)
dari percobaan menjadi sangat sempit, sehingga kita tidak dapat mengambil
kesimpulan untuk keadaan yang agak menyimpang dari keadaan yang dipakai bagi
percobaan tersebut.
Bagaimana
caranya untuk mendapatkan suatu percobaan dengan ketepatan dan ketelitian tinggfi,
akan tetapi memberikan cukup kesempatan untuk mengambil kesimpulan secara umum,
yaitu melalui suatu cara pengendalian setempat antara lain adalah berupa
pengelompokan, penggolongan, atau pelapisan.
Dengan pebgendalian setempat pembandingan didalam kelompok atau golongan
akan memiliki ketepatan yang tinggi, dan adanya kelompok atau golongan tersebut
akan menjamin bahwa daerah pengambilan kesimpulan tidak menjadi terlalu
sempit. Didalam atau golongan satuan
percobaan keragaman respons percobaan diharapkan lebih banyak ditimbulkan oleh
perlakuan-perlakuan berbeda yang
diberikan daripada oleh factor-faktor kebetulan yang tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya dalam percobaan.
Dalam
pengertian sempit, yang dimaksud dengan pengelompokan (blocking) adalah
pembagian atau pemilihan satuan-satuan percobaan yang didasarkan pada beberapa
penciri dari (atau yang dipautkan dengan medan,
tempat atau ruang yang dapat dipertimbangkan sebagai suatu anak gugus atau
satuan percobaan yang cukup seragam keadaannya.
Apa keadaan penciri yang harus dipertimbangkan itu harus dinilai dari
kemungkinan pengaruh yang dapat ditimbulkannya terhadap respons-respons
percobaan yang akan diamati, sedangkan yang dimaksud dengan penggolongan (grouping)
atau pelapisan adalah pemilihan satuan-satuan percobaan kedalam suatu golongan
atau lapisan yang dianggap cukup seragam didasarkan pada kesamaan dalam
cirri-ciri bahan percobaan, yang tidak berkenan dengan posisi atau lokasinya
dalam dimensi ruang serta waktu. Dengan
pelapisan (Strafication)
dimaksudkan satuan-satuan percobaan yang lebih seragam, berdasarkan satu
atau beberapa peubah selain yang dipergunakan untuk mencirikan medan, tempat, ruang atau waktu.
IV. ANALISIS
DATA
(Setiap pertanyaan pasti memerlukan
jawaban, kalau tidak perlu jawaban janganlah bertanya. Namun setiap pertanyaan
memerlukan waktu yang tepat untuk dijawab)
Dewasa
ini metode-metode statistika makin banyak dipergunakan untuk analisis atau
menguji data hasil percobaan, dan sebaliknya tidak jarang model-model matematis
yang biasa dipakai untuk percobaan dipertimbangkan untuk menganalisis data yang
dikumpulkan dengan metode bukan percobaan.
Dewasa
ini, fasilitas pengolahan data berupa komputer dengan berbagai program kemasan
statistika yang tersedia makin canggih, dengan kemampuan dan kecepatan olah
komputer yang makin tinggi, sewrta tenaga yang makin proposional lebih
terbuka kemungkinan untuk memilih
analisis yang lebih sesuai dan mendalam, dengan hasil yang lebih cermat serta
dikerjakan dalam waktu yang singkat.
Mungkin saja selama penyelenggaraan percobaan terjadi hal-hal
mengakibatkan penyimpangan terhadap apa yang telah direncanakan dan
dipertimbangkan dalam bentuk anggapan-anggapan sebelumnya, sehingga rencana
terutama analisis data hasil penelitian harus diubah sesui dengan kenyataan
yang ada.
Pemeriksaan
kesesuian model adalah suatu langkah penting dalam menganalisa data, model
statistic yang digunakan tak lain dari suatu bayangan penyederhanaan atau
penyarian bagi masalah yang dikaji.
Model dengan komponen-komponennya dan anggapan-anggapan yang
melandasinya perlu diperiksa dan dinilai secara kritis. Teknik-teknik grafis umumnya dapat membantu
dalam analisis data.
Metode
statistika mengandung pedoman yang dapat
dipergunakan untuk mengukur dan menguji keteranalan dan keabsahan dalam
menafsir hasil percobaan. Pemilihan dan
penggunaan metode statistika yang tepat,
sebagai suatu sifat analisis memungkinkan kita untuk mengukur besarnya
galat/kesalahan dalam menarik suatu kesimpulan atau memberi suatu taraf
(selang) kepercayaan terhadap suatu pernyataan, dengan demikian batas-batas ketakpastian dapat diberikan.
4.1. Pemilihan Analisis atau Uji Statistika yang Cocok
Dalam
merencanakan suatu penelitian atau percobaan kemungkinan ada beberapa macam uji
statistika yang dapat dipakai untuk kepentingan tersebut, maka hal ini akan
mengundang suatu pertimbangan untuk memilih salah satu diantaranya yang
paligccok dan menguntungkan dari segi ilmiah.
Keampuhan uji dalam analisis
statistika merupakan salah satu bagian penting dari suatu pengujian . Suatu uji statistika dikatakan baik atau
memadai, bila dengan metode uji tersebut peluang untuk menolak H0 cukup kecil kalau H0 benar dan pelang akan besar kalau H0 salah.
Apabila pada suatu saat menghadapi
dua macam metode pengujian misal Uji A dan Uji B, kemudian ternyata kedua macam
uji tersebut mempunyai peluang yang sama untuk menolak H0, dalam hal ini dapat dipilih salah satu diantaranya
dengan jalan melihat peluang terbesar untuk menolak H0 bila H0salah.
Selain tingkat keampuhan uji, maka
terdapat pertimbangan-pertimbangan lain dalam menentukan atau memilih salah
satu uji statistik, pertimbangan tersebut didasarkan atas :
- Bagaimana cara mengambil/menarik sampel atau melakukan percobaan
- Keadaan atau sifat dari populasi yang diamati.
- Satuan apa atau skala pengukuran yang dipergunakan dalam menilai respons hasil penelitian
- Dasar teori serta tujuan dari penelitian yang dilakukan.
Semua hal
tersebut diatas, akan menentukan uji statistika mana yang akan dipilih atau
digunakan, sehinga uji tersebut cukup memadai atau bahkan sangat cocok untuk
menganalisis suatu data hasil pengamatan dari suatu penelitian.
Pengujian statistik akan berlaku apabila model dan cara
pengukuran yang dilakukan memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan. Kadang-kadang perlu dipertimbagkan apakah
syarat yang diperlukan tersebut dipenuhi.
Jadi dengan demikian,
syarat-syarat model statistik dari suatu pengujian hanya merupakan
asumsi saja , semua keputusan yang diambil dari beberapa uji statistika
sekurang-kurangnya harus mempunyai kuilifikasi sebagai berikut : Kalau model yang dipakai tersebut sesui dan
bila pengujian yang dilakukan juga cukup emadai, maka hal ini menyatakan bahwa
asumsi tersebut adalah lemah dan terbatas untuk suatu model tersebut. Dengan ditariknya suatu keputusan yang kurang
kuat dari hasil uji statistik dengan model yang bersangkutan, maka kelemahan
tersaebut harus dibantu dengan asumsi yang kuat untuk mengurangi
kesalahan-kesalahan dalam menarik suatu kesimpulan.
4.2. Asumsi-asumsi dalam Uji Statistika
Pengujian
yang paling teliti adalah pengujian dengan asumsi yang kuat dan tepat.. Uji statistika parametrika (Uji t dan uji F) dapat dipakai asumsi=asumsi yang kuat untuk mendapatkan hasil
yag baik. Kalau asumsi yag dikemukakan
memang benar, maka uji t dan uji F adalah uji yang paling baik dalam memberikan
nilai peluang untuk menolak H0 salah, dari asumsi yang dikemukakan tadi,
dengan catatan data pengamatan memenuhi asumsi yang diperlukan untuk pengujian
tersebut.
Syarat-syarat
atau asumsi-asumsi yang diperlukan untuk uji t dan uji F adalah sebagai berikut
:
- Pengamatan dilakukan secara acak atau bebas, artinya pemilihan setiap sampel dari populasi harus bebas terhadap kesempatan untuk dipilih.
- Variabel atau Peubah respons yang diukur harus dalam skala interval atau rasional.
- Data pengamatan yang diambil hendaknya menyebar mengikuti sebaran normal atau paling sedikit tidak melanggar sebaran normal.
- Data pengamatan harus mempunyai varians/keragaman yang homogen antar perlakuan yang dibandingkan.
Semua
syarat-syarat tersebut diatas harus dipenuhi dalam uji t dan uji F, dalam
penelitian biasanya syarat No.1 mudah/selalu dipenuhi, sedangkan syarat No. 2
tergantung dari kemampuan peneliti untuk menggunakan atau mencari skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian.
Syarat No. 1 dan 2 harus terpenuhi, sedangkan syarat No. 3 dan 4 bila
tidak terpenuhi, maka dapat diusahakan supaya dapat terpenuhi dengan jalan
melakukan transformasi data.
Transformasi
data bertujuan untuk mengubah data dari data yang tidak mengikuti sebaran
normal dengan keragaman antar perlakuan tidak homogen menjadi mengikuti sebaran
normal dengan keragaman antar perlakuan menjadi homogen, sehingga syarat No. 3
dan 4 tidak dlanggar.
Transformasi
data yang biasa dipergunakan adalah :
- Transformasi akar Yi (√Yi), transformasi ini digunakan jika data mengikuti sebaran Poisson. Ciri-cirinya adalah rata-rata (ў) data hasil pengamatan masing-masing perlakuan hampir sama dengan variannya (т2), data yang mengikuti sebaran Poisson ini biasanya data dalam persen dengan persentase yang sangat kecil atau peluang kejadiannya sangat kecil atau sebaliklnya yaitu sangat besar (mendekati O% atau 100%). Jika hasil pengamatan ada data yang nilainya 0, karena akar 0 tak terdifinisikan, mka transformasinya ini diubah menjadi akar (Yi + 1) atau (Yi + ½).
- Transformasi ArcSin √Yi , transformasi ini digunakan jika data mengikuti sebaran Binomial. Ciri-ciri data yang mengikuti sebaran ini adalah rata-rata (ў) data tersebut sebanding dengan variannya (т2), perlu diiangat bahwa ў = np dan т2 = np(1-p). Data dalam satuan pengukuran persentase (Yi%) biasanya mengikuti sebaran ini.
- Transformasi Log Yi atau Ln Yi, transformasi ini biasanya digunakan bila data berkaitan dengan waktu dan rata-ratanya (ў) mengikuti rata-rata Geometrik. Ciri-ciri data ini adalah bila rata-rata (ў) sustu perlakuan semakin besar, maka variannya (т2) juga semakin besar, sehingga homogenitas ragam/varian antar perlakuan tidak terpenuhi. Data yang mempunyai ciri-ciri tersebut adalah data yang berkaitan dengan waktu misalnya jumlah mikroorganisme pada daging yang dismpan pada suhu dingin selama 10 hari, bobot badan ayam dari minggu ke minggu.
- Transformsi kebalikan (1/Yi), transformasi ini diguakan jhika rata-rata data mengikuti rata-rata Harmonik. Data ini diperoleh jika satuan pengukuran yang digunakan dalam penelitian dari dua satuan (misalnya Rp./butir, jumlah anak/jumalah induk dan sebagainya, sehingga jika satuan tersebut tidak rasional maka perlu dibalik atau diharmoniskan dalam analisis data.
- Transformasi Ln(A – Yi) atau Ln[(A – Yi)/Yi], disini A adalah nilai maksimum dari respons yang mungkin dicapai atau nilai maksimum teoritis. Transformasi ini digunakan jika nilai A diketahui atau dapat diduga dan data tidak linear dalam urutan waktu. Dalam hal ini data mengikuti kurva Logistik atau Sigmoid.
Homogonitas Varian/ragam antar perlakuan dianggap homogen bila perbandingan
antara ragam terbesar dengan terkecil lebih kecil dari 3 (ragam terbesas/ragam
terkecil < 3), dan dapat juga diuji
dengan menggunakan uji Bartlett atau
Uji Cochran. Kedua uji ini memberikan keputusan apakah
transformasi yang kita lakukan sudah dapat diterima atau tidak, jika telah
berubah melakukan berbagai tranformasi data ternyata homogenitas ragam juga
tetap dilanggar atau tidak memenuhi, maka
uji t ataupun uji F tidak bisa kita paksakan untuk
digunakan. Dengan kata lain kita harus
menggunakan analisis/uji lain selain uji t
dan uji F, yaitu dengan menerapkan
analisis Statistika Nonparametrika.
Kenormalan data dapat diketahui
dengan menggunakan teknik-teknik grafis atau dengan uji Chi-Square (X2). Teknik-teknik
grafis biasanya jauh lebih baik dan komonikatif digunakan karena dapat menarik
kesimpulan yang lebih luwes sesui dengan keadaan data dan tujuan transformasi
yang diinginkan.
Pelanggaran syarat nomor 3 dan 4 biasanya berkaitan dengan jumlah sampel,
makin banyak jumlah sampel kemungkinan pelanggaran syarat nomor 3 dan 4 akan
semakin kecil jika syrat nomor 1 dan 2 telah tewrpenuhi. Jadi jumlah sampel juga sangat menetukan
homogenitas ragam dan kenormalan data (ingat syrat jumlah sampel minimum).
Pemilihan analisis/uji statistika berdasarkan rancangan percobaan, sifat
peubah dan skala pengukuran yang digunakan, seperti Tabel berikut :
Tabel Pemilihan Analisis/Uji
Statistika
No.
|
Rancangan
|
Sifat
Perlakuan
|
Skala Pengukuran
|
Analisis/Uji
Statistika
|
1
|
Tidak ber-pasangan (P=2)
|
Tetap Kulitatif atau Kuanditatif
|
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
Interval dan Rasional (n cukup
besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.
|
Chi-Square (X2)
Wilcoxon tidak Ber-pasangan
Wlxoson tidak Ber-pasangan, Uji
Mann-Whitnie
Uji t tidak Ber-pasangan
|
2
|
Berpasanag (P=2)
|
Tetap Kulitatif atau Kuanditatif
|
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
Interval dan Rasional (n cukup
besar homo-genitas ragam dan kenormalan dipenuhi.
|
Uji Tanda, Mc Nenar
Uji Wilcoxon Ber- pasangan, Uji
Walsh
Uji Wilcoxon Ber- pasangan
Uji t Berpasangan
|
3
|
Rancangan Acak Lengkap (RAL)
|
Tetap Kualitatif
Tetap Kuanditatif
|
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam
dan kenormalan dipenuhi.
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
|
Chi-Square (X2)
Kruskal-Wallis
Kruskal-Wallis
Uji Median
Analisis
Ragam (Uji F),
Chi-Square (X2)
Kruskal-Wallis, Wilcoxon tidak
Berpasangan, Mann-Whitnie
Kruskal-Wallis, Wilcoxon tidak
Berpasangan, Mann-Whitnie
Uji Median, Korelasi Rank
|
4
|
Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)
|
Tetap Kualitatif
|
Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam
dan kenormalan dipenuhi.
|
Analisis Ragam (Uji F), Uji
t, Uji Nilai Tengah (BNT, BNJ, Duncan
dsb), Kontras Ortogonal
|
5
|
Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)
|
Tetap Kuanditatif
|
Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam
dan kenormalan dipenuhi.
|
Analisis Ragam (Uji F), Uji
t, Uji Nilai Tengah (BNT, BNJ, Duncan
dsb), Polinomial Kontras Ortogonal, Analisis Regresi-Korelasi
|
6
|
Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan Rancanagan Acak Kelompok (RAK)
|
Acak Kualitatif
|
Interval dan Rasional (n cukup besar homo-genitas ragam
dan kenormalan dipenuhi.
|
Analisis Ragam (Uji F), Uji Nilai
Tengah tidak boleh dilakukan
|
7
|
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
|
Tetap Kualitatif
Tetap Kuanditatif
|
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
Nominal
Ordinal
Interval dan Rasional (n kecil
homogenitas ragam dan kenormalan dilanggar.
|
Cochran
Friedmen, Wilcoxon Berpasangan
Uji Friedman, Wilcoxon Berpasangan
Cochran
Friedmen
Friedman, Wilcoxon Berpasangan
Korelasi Rank
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar